Nadya Maulida Nur Rachmah_BINTANG YANG HAMPIR HILANG_SMPN 1 SUBANG

WhatsApp-Image-2021-04-17-at-17.23.49.jpeg

Impianmu bisa berasal dari kehidupan,

pengalaman, dan keinginanmu.

Jadi berusahalah agar impianmu itu

menjadi sebuah kenyataan yang tidak bisa diubah.

 

Malam yang indah, tepat tengah malam ketika semua orang sudah memasuki alam mimpi. Seorang gadis masih fokus dengan buku dan layar laptopnya. Ia Anayya, gadis berumur 15 tahun yang berjuang menggapai mimpinya untuk menjadi psikolog. Walaupun umurnya terbilang muda, Anayya sudah belajar untuk mengejar mimpinya dan mencoba memikirkan masa depannya.

“Huh…, ini sangat melelahkan,” ucap Anayya sambil meregangkan badannya.

“Tidak, aku tidak boleh banyak mengeluh! Ayo semangat Anayya kau pasti bisa!”

Anayya selalu menyemangati dirinya sendiri. Ia tahu ini sulit namun ia tahu bagaimana pun jalannya ia akan merasakan hal yang sama.

 

Anayya melanjutkan kegiatan belajarnya hingga ia tertidur di tempatnya belajar. Ketika Anayya tertidur seorang laki-laki memasuki kamarnya dan memperhatikan Anayya yang sedang terlelap dengan tatapan yang sedih melihat Anayya belajar terlalu keras hingga sering kali jatuh sakit.

“Kakak tahu impianmu. Walau Ibu menantang impianmu, Kakak akan selalu mendukungmu menggantikan ayah yang seharusnya mendukungmu dan selalu di sampingmu dan harus membelamu saat Ibu memarahimu karena mempunyai mimpi yang tidak berguna.” Lalu Kakaknya memindahkan Anayya ke kasur agar badan Anayya bisa beristirahat dengan baik. Laki-laki itu adalah Kakak Anayya satu-satunya. Ia sangat menyayangi Anayya karena ia tahu Anayya membutuhkan seorang laki-laki yang menggantikan sosok ayahnya yang sudah tiada.

 

Keesokan harinya, Anayya masih berada di balik selimbut tebal yang menutupi tubuhnya.

“Anayya bangun nak!” seseorang menggedor-gedor pintu kamarnya.

“Uhhm… sebentar bu,” Anayya masih sIbuk dengan dunia mimpinya, namun itu tidak lama.

“AYA BANGUN SEKARANG!!! ATAU IBU BAKAR SEMUA BUKUMU ITU!” mendengar teriakan dan ancaman dari Ibunya, Anayya pun langsung bangun dan bergegas ke kamar mandi.

 

Setelah mandi Anayya jalan menuju meja makan untuk sarapan yang telah dIbuatkan Ibunya.

“Tidur jam berapa kamu Dek?” seseorang bertanya kepada Anayya dengan suara khas bangun tidur.

“Heumm… itu Kak jam 11. Hehehe…” Anayya menjawab dengan gugup, karena kenyataanya ia tidak tahu tidur jam berapa karena terlalu serius belajar semalaman.

“Ohh…” jawab Kakak Anayya singkat.

Maaf Kak, Aya bohong. Soalnya Aya takut Ibu tahu kalau Aya begadang lagi semalam, “ batin Anayya.

 

Setelah menyelesaikan sarapannya Anayya atau biasa dipanggil Aya atau Yaya, berpamintan dan pergi ke sekolah menggunakan angkot.

 

Beberapa saat kemudian sampailah Aya di sekolah. Setelah turun dari angkot Aya langsung menuju ke kelas karena jam sudah menunjukan pukul 6.45, yang artinya 15 menit lagi bel masuk kelas berbunyi untuk memulai jam pelajaran pertama.

“Ayaaa!!!” seseorang berteriak memanggil Aya. Dilihatnya seorang gadis berseragam yang sama dengan Aya menghampirinya dan merangkulnya.

“Tumben telat Ay?” ucap gadis yang bernametag Feinaa Putri Leksmana.

“Biasalah, aku belajar sampai tengah malam dan ya aku begadang hingga aku hampir terlambat ke sekolah karena kesiangan. Itu pun aku ketiduran ketika belajar, mungkin kalau tidak ketiduran aku bisa belajar sampai pagi hari,” jawab Aya sambil menguap karena masih mengantuk.

“Kebiasaan deh. Udah yuk masuk kelas! Sebentar lagi bel,” Feinaa atau yang biasa dipanggil Fei langsung menarik Aya menuju kelas. Tak lama setelah itu bel sekolah berbunyi.

—-

Bel istirahat pun berbunyi. Seperti anak sekolah pada umumnya, Aya dan Fei pergi ke kantin untuk makan siang.

 

Di kantin, mereka berdua sedang duduk sambil fokus menikmati makanan masing-masing, hingga sebuah suara mengalihkan fokus mereka.

“Heii.. Fei!!!” seseorang memanggil mereka, ah… tidak lebih tepatnya hanya Fei. Fei yang merasa terpanggil pun menoleh kepada orang yang memanggilnya.

Seorang laki-laki menghampiri mereka. “Hai Fei!” dia bertegur sapa dengan Fei, hanya Fei, Aya? Tentu saja tidak bahkan dia tidak kenal dengan siswa laki-laki itu. Lebih tepatnya tidak ada waktu untuk berkenalan dengan laki-laki karena dia sibuk dengan tugasnya belajar, belajar dan belajar untuk menggapai impiannya menjadi seorang psikolog.

“Oh… hai juga Dit!, ada apa mencariku?” Fei menyapa nya Kembali namun di tambah sebuah pertanyaan yang membuat Aya juga penasaran, ada apa seorang siswi laki-laki mencari Fei?.

“Eh… itu… gpp kok. Cuma nyapa aja,” jawab laki-laki yang tidak Aya ketahui namanya. Namun, sudah jelas kalau dia terlihat menyukai Fei.

“Dia siapa Fei?” Aya bertanya dengan berbisik. Walau Aya tidak yakin kalau suaranya tidak terdengar oleh siswa laki-laki tersebut karena posisinya yang cukup dekat.

“Ohh… dia teman satu lesku, namanya Radittya biasa dipanggil Radit atau Adit,” Fei menjawab pertanyaan Aya dengan suara yang cukup keras. Siswi laki-laki tersebut yang diketahui namanya Radit melambaikan tangannya kepada Aya, sebagai tanda perkenalan, mungkin.

“Ah, iya. Ini sahabatku namanya Anayya biasa dipanggil Aya atau Yaya juga bisa,” Fei memperkenalkan Aya dengan Radit itu. Aya hanya tersenyum sebagai balasan lambaian tangannya tadi.

 

Mereka tanpak asik berbincang dan seperti melupakan keberadaan Aya yang jelas-jelas berada di sana. Aya melihat jam tangannya, melihat jam sudah menunjukan pukul 9.30 yang artinya 20 menit lagi bel masuk berbunyi.

“Eh, Fei aku duluan ke kelas ya,” Aya mencoba berpamitan dengan mereka karena sudah merasa tidak nyaman.

“Lah? Bel kan masih lama Ay,” Fei mencoba menahan Aya agar tidak pergi ke kelas.

“Ya gak apa-apa lah. Aku duluan ya, bye Fei,” Aya langsung berlari menuju kelas meninggalkan mereka berdua.

 

Tapi kenyataannya Aya tidak pergi ke kelas, melainkan pergi ke perpustakaan. Aya memang sangat menyukai buku, hingga kamarnya pun dipenuh oleh buku bacaannya. Terkadang Ibunya pun kesal, karena buku yang menumpuk di kamarnya begitu berantakan, hingga pernah Ibunya hampir membuang seluruh bukunya Ketika Aya sekolah. Jika saja Kakaknya tidak menahan Ibunya agar tidak membuang buku Aya, mungkin Aya sudah tidak bisa belajar lagi tentang impiannya itu.

“Permisi Pak, saya ingin meminjam buku ini Pak,” Aya selalu meminjam buku di perpustakaan jika dia sedang tidak punya uang untuk membeli buku yang dia inginkan. Buku di perpustakaan sekolah cukup lengkap, membuat Aya lebih sering meminjam daripada membeli. Jika buku yang diinginkan tidak ada di perpustakaan sekolah, Aya akan pergi ke perpustakaan kota saat akhir pekan.

“Eh, kirain siapa ternyata Nak Yaya,” Bapak perpus sudah kenal bahkan dekat dengan Aya karena Aya lebih sering menghabiskan waktu di perpus daripada kelas yang ramai.

“Hehehe, iya Pak. Ini bukunya Pak, lusa saya kembalikan Pak. Buku yang kemarin saya pinjam ada di kelas, pulang sekolah nanti saya kembalikan,” ucap Aya yang hanya dibalas anggukan penjaga perpus. Setelah berpamitan Aya pergi menuju kelas.

 

Namun di tengan perjalanan Aya melihat keramaian di depan ruang BK. Tetapi Aya tidak terlalu peduli dengan keadaan sekitarnya walau sebenarnya dia cukup penasaran dengan apa yang terjadi, tapi mungkin dia bisa bertanya kepada Fei nanti di kelas.

Ketika sampai di kelas, Aya hanya melihat beberapa orang yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Lalu ia menghampiri Fei yang sedang duduk sendiri karena teman sebangkunya Aya sendiri.

“Feiii… mau nanya dong,” Aya duduk di sebelah Fei.

“Nanya apa Ay?” Fei melihat ke arah Aya yang duduk di sampingnya dengan tatapan penasaran dengan apa yang akan ditanyakan.

“Tadi di depan ruang bk ramai sekali, ada apa ya?” Aya melontarkan pertanyaan yang membuatnya cukup penasaran dengan apa yang terjadi.

“Oh… itu biasa si Kevin kena kasus lagi. Gak ngerti aku sama si Kevin, dia tuh cuek, pinter tapi suka buat masalah. Apa lagi omongannya itu loh, kasar banget. Tapi masih jadi anak kesayangan guru,” Fei menjawab pertanyaan Aya dengan ditambahkan opininya tentang Kevin si anak kelas sebelah.

 

Aya yang mendengar jawaban Fei hanya mengangguk lalu tersenyum. “ Fei, menurut psikolog orang yang sering berkata kasar itu kemungkinan membenci dirinya sendiri dan orang yang sedang tidak peduli dengan lingkungannya itu kemungkinan sedang membutuhkan Ibunya. Kamu kan tahu sendiri kalau Kevin anak piatu dari kecil ditambah ayahnya hanya peduli dengan nilai Kevin di sekolah. Jadi wajar saja sikap dia seperti itu. Mungkin dia buat masalah ada alasannya.” Aya memberi sedikit penjelasan tentang sikap Kevin yang seperti itu.

“Ya kali Ay, orang buat masalah ada alasannya.” Fei masih sedikit bingung dengan penjelasan Aya.

“Setiap hal yang dilakukan pasti ada alasannya Fei, contohnya manusia bernafas alasannya karena biar bisa hidup menghirup oksigen. Gak semua alasan bisa diungkapkan jadinya kita tidak tahu.”

“Iya deh iya, yang mau jadi psikolog.” Fei tersenyum mendengar penjelasan Aya. Ia tahu Aya juga merasakan banyak hal pahit dari hidupnya yang membuat Aya ingin menjadi psikolog. Aya menanggapi Fei dengan tertawa yang membuat Fei ikut tertawa, mereka pun tertawa bersama.

 

Hal yang paling indah adalah ketika tertawa bahagia bersama orang terkasih seperti keluarga dan sahabat.

(Visited 24 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan