Takkan Pernah Kulupakan
Oleh: Syifa Nurhasanah
SMPN 2 Tanjungsiang
“Huft… Akhirnya aku bisa istirahat juga” Ucapku.
Setelah membersihkan kamarku seharian, akhirnya aku pun bisa beristirahat. Badanku terasa sangat pegal. Aku pun memutuskan untuk pergi mandi. Setelah selesai aku membaringkan tubuhku di kasur sambil memainkan ponsel.
Tiba-tiba ibu memanggilku dari dapur.
“Tesya, sini, Nak ke dapur, kita makan malam bersama!” teriaknya.
Ya, namaku adalah Tesya. Aku seorang pelajar yang masih duduk di bangku SMA. Aku bergegas menemui ibuku di dapur. Di sana sudah ada ayah, ibu dan kakakku bersiap makan malam. Aku pun bergabung dan kami pun menyantap makan malamnya.
“Dek, besok kita lari pagi, yuk!” ajak kakakku. “Mumpung besok libur sekolah, daripada kita di rumah terus mending kita lari pagi,” ia meneruskan ucapannya.
“Emm ayok, tapi besok kakak bangunin aku, ya!”
“Ok… ”
Kami pun pergi ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Sebelum tidur aku menyetel alarm di jam milikku, supaya besok aku bisa bangun tepat waktu. Aku pun mematikan lampu dan pergi tidur.
Pagi pun tiba. Kami telah selesai melakukan lari pagi dan segera pulang ke rumah. Sesampainya di rumah kami membersihkan diri dan pergi mengobrol dengan kedua orang tua kami.
“Ayah kita mau pindah kemana lagi sih, aku udah capek pindah-pindah rumah terus. Mungkin udah lebih dari tujuh kali kita pindah-pindah rumah. Sekarang kita mau ke kota mana lagi, Yah? Awas aja kalo kota itu banyak polusinya aku gak mau ikut,” jelasku seraya mengancam ayah.
“Tesya, kan pekerjaan Ayah memang seperti ini, harus pindah-pindah dari satu kota ke kota lain. Ini kan suruhan dari atasan Ayah. Tenang sayang, kata atasan Ayah kota yang akan kita tinggali itu dijamin tidak akan banyak polusinya,” jelas ayahku.
Aku pun percaya akan hal itu, lagian kalo aku nolak juga tidak akan merubah keputusan itu.
Esok hari pun tiba, dan kini aku dan keluargaku sedang menuju perjalanan ke kota yang kami tuju. Di perjalanan aku hanya melihat pepohonan di sekelilingku, aku jadi tidak sabar untuk segera sampai ke kota itu. Karena merasa lelah aku pun tertidur.
Beberapa jam kemudian kami pun sampai ke kota yang kami tuju.
“Tesya, bangun, Nak kita udah sampai!” kata ibu sambil membangunkanku.
“Hoaaam, akhirnya sampe juga.”
Aku pun turun dari mobil, pertama kali aku menginjakkan kakiku di kota ini. Udara yang segar langsung menusuk indra penciumanku. Aku melihat ke sekelilingku. Banyak sekali pepohonannya. Semilir angin menerpa wajahku.
“Ayah, ini kita ada di kota mana?” tanyaku.
“Nah, kita sekarang ada di kota Subang, Nak. Semoga kamu suka dengan tempat ini!” jelas ayahku.
“Serius, Yah? Sumpah, aku pasti suka banget tinggal di sini. Di sini gak ada polusi sedikitpun, di sekelilingnya masih banyak pepohonan yang asri,” ucapku sambil melihat-lihat sekeliling.
Kami bergegas memasuki rumah. Walaupun sederhana, tapi nyaman untuk ditinggali. Aku memasuki kamarku dan merapihkan seluruh barang bawaanku. Karena merasa gerah aku membuka jendela kamarku, wow! Aku sangat terpukau dengan pemandangan dari kamarku, terlihat sawah hijau yang membentang bagaikan permadani di kaki langit. Ya, aku bisa melihat ini karena aku tinggal di daerah pedesaan di kota Subang ini.
Aku tidak sabar untuk melihat-lihat wilayah ini. Karena lelah aku pun memutuskan untuk tidur.
Kukuruyuk…
Suara ayam yang nyaring mengusik tidurku, aku bergegas membuka jendela kamarku. Semilir angin menerpa wajahku, udara khas pedesaan langsung menusuk indra penciumanku, “Segar sekali udara pagi ini, aku mandi dulu ah!”
Aku bergegas untuk mandi. Setelah mandi dan merapikan tempat tidur, aku pergi ke dapur untuk sarapan.
“Sini, Nak sarapan dulu!” suruh ibuku. Aku pun memakan sarapan itu dengan lahap.
“Bu, Tesya mau liat daerah sini, boleh?” tanyaku.
“Boleh!” kata ibuku.
Setelah sarapan aku pergi untuk melihat-lihat daerah ini. Aku sangat takjub melihat pemandangannya. Orang-orang yang tinggal di sini sangat ramah, mereka selalu menyapa ketika berpapasan sambil sesekali tersenyum. Di perjalanan tiba-tiba aku disapa seseorang.
“Eh, Neng warga baru, ya?” sapanya.
“Eh, iya, Pak. Ayah saya harus kerja di kota ini. Jadi kami tinggal untuk sementara di kota ini,” jelasku.
“Kalau Bapak gak sibuk, maukah Bapak bercerita tentang Kota Subang ini?”
“Oh, boleh atuh Neng. Yuk, kita duduk di sana biar kerasa suasananya!” ajaknya sambil berjalan menuju sebuah dangau di tengah sawah. Aku pun mengikutinya dan duduk di dangau itu. Sambil mendengarkan cerita dari Pak Burhan aku menikmati angin yang berhembus pelan. Ya, Bapak itu bernama Burhan, tokoh masyarakat.
“Jadi gini, Neng, Kota Subang itu dijuluki sebagai Kota Nanas. Karena nanas merupakan salah satu komoditas andalan Kabupaten Subang, terutama Nanas Madu, nanas yang memiliki rasa sangat manis seperti madu. Selain itu di Subang banyak banget tempat wisatanya. Salah satunya yaitu wisata air panas Ciater. Kalau mau Neng bisa jalan-jalan ke sana. Di Subang juga terkenal dengan kesenian Sisingaan atau gotong singa. Tuh, kebetulan ada yang lagi naik Sisingaan,” tunjuknya ke arah jalan.
Aku mengikuti arah jari telunjuk Pak Burhan, dan ternyata di sana ada rombongan Sisingaan. Karena penasaran aku berpamitan pada Pak Burhan untuk mendekati rombongan tersebut.
Aku tercengang ketika melihat ada empat orang laki-laki yang sedang memikul boneka singa di pundaknya dan ada seorang anak kecil yang menaiki boneka singa itu. Ternyata ini yang dinamakan Sisingaan itu. Aku terhibur melihatnya, mereka terlihat sangat lucu dengan kostum yang mereka pakai. Aku pun memotret mereka. Hari sudah sore aku pun pulang.
Aku bergegas pergi ke kamarku dan langsung mandi. Ahh, rasanya segar sekali. Setelah selesai dengan ritual mandiku, aku pun bergegas menemui keluargaku di ruang tengah.
“Sini, Dek, coba cerita sama kita, tadi seharian kamu habis dari mana aja?” suruh kakakku.
Aku pun duduk di sebelah kakakku dan mulai menceritakan semuanya dari awal hingga akhir. Aku menceritakannya dengan bersemangat.
“Nih, liat, Kak! Tadi aku sempat ngambil gambar orang yang lagi naik Sisingaan gitu, Kak, tuh! Terus, ya, warga di sini ramah banget orang-orangnya,” Aku menunjukkan foto yang aku ambil tadi.
“Syukur deh, Nak kamu suka sama tempat ini,” kata ayah.
“Jelas dong, Yah. Kota ini adalah Kota yang terbaik dari yang pernah Tesya tinggalin. Rasanya Tesya gak mau pergi dari Kota Subang ini,” jawabku.
Rasanya, ini hari yang paling bahagia di hidupku. Aku tidak pernah menyangka bahwa ada Kota yang sangat indah di bumi ini, yaitu Kota Subang.
Tak terasa aku sudah tinggal di kota ini selama enam bulan waktu yang cukup singkat bagiku. Aku sangat sedih karena harus meninggalkan kota yang sangat indah ini. Aku terpaksa meninggalkan kota ini karena ayahku ada pekerjaan lagi di kota lain. Rasanya aku tidak ingin meninggalkan kota ini, Kota yang sangat asri dan indah.
Aku melangkahkan kakiku dengan berat hati, aku tidak mau pergi dari kota ini, namun apalah dayaku. Aku harus mengikuti keputusan orang tuaku. Di dalam mobil aku melihat ke arah luar jendela, aku berjanji aku tidak akan melupakan kota yang sangat indah ini. Aku berjanji suatu saat nanti aku akan kembali lagi ke kota ini dan membuat rumah di sini dan tinggal di Kota Subang untuk selamanya.*)