Hipni Nurul Amalia_Kebaikan_SMPN 2 Tanjungsiang

20210419_171500.jpg

Kebaikan
Oleh: Hipni Nurul AmAlya
SMPN 2 Tanjungsiang

“Ibu … Ibu…!”
Sontak aku terbangun dari tidur dengan jantung yang berdetak kencang, “Astaghfirullah al’adzim, aku bermimpi buruk. Aku tidak ingin mimpi ini menjadi kenyataan!” Aku bergegas mengambil air wudu untuk melaksanakan salat Tahajud.
Selepas salat, pikiranku selalu dibayangi oleh mimpi tadi, “Apa yang aku pikirkan? Semua ini tidak akan terjadi. Aku harus melupakannya!”
Aku merupakan seorang santri di pondok pesantren Islamiyah, namaku Alya. Aku memiliki ibu yang tinggal bersama adikku di kampung. Aku hanya bisa mengunjungi mereka sekali dalam tiga bulan. Akan tetapi, sejak terjadi wabah Corona sudah tujuh bulan lamanya aku tidak mengunjungi ibu di kampung. Rasa rindu dan khawatir menghantuiku, ingin rasanya aku pulang untuk menemui ibu.
Tok … tok … tok
Terdengar suara ketukan pintu, ternyata itu adalah Ustazah Fatimah. Setiap pagi, beliau selalu mengunjungi kamar santriwati untuk mengecek apakah semua sudah bangun atau belum.
“Assalamualaikum Alya, di mana teman sekamarmu?” tanya Ustazah padaku. “Kenapa kamu seperti orang yang sedang khawatir?” sambung Ustazah.
“Waalaikumsalam Ustazah. Teman kamarku berada di kamar mandi. Sebenarnya aku merasa khawatir akan mimpiku semalam. Aku takut akan terjadi hal buruk, Ustazah,” jawab aku sedih.
“Mimpi apa yang membuatmu khawatir seperti itu, Alya?” Tanya Ustazah penasaran.
“Hiks … hiks … aku bermimpi ibuku tertular virus Corona dan aku merasa takut sekali. Apa yang harus aku lakukan Ustazah?” rengekku pada Ustazah.
“Begini saja, kamu hubungi keluargamu dengan menggunakan ponsel milik Ustazah, dan nanti seluruh santri akan dikumpulkan di lapangan. Jangan lupa untuk bersiap-siap,” kata Ustazah Fatimah.
Sungguh beruntung, aku diperbolehkan oleh Ustazah meminjam ponsel beliau. Padahal sebelumnya tidak ada seorang santri pun yang diperbolehkan untuk menghubungi keluarganya. Dengan gembira aku menghubungi ibuku di kampung. Alhamdulillah ternyata ibu dan adikku sehat di sana, dan aku meminta ibu untuk menghubungiku melalui Ustazah jika terkena suatu masalah.
Kring … kring …
Bel berbunyi, menandakan bahwa seluruh santri harus berkumpul di lapangan. Sangat mengherankan, tidak seperti biasanya seluruh santri dikumpulkan di lapangan pada hari minggu ini.
“Assalamualaikum, Ustazah akan memberitahukan sebuah informasi yaitu kita akan menggalang dana untuk orang-orang yang terdampak virus Corona. Ustazah meminta sebagian dari santriwan dan santriwati untuk menggalang dana, sedangkan yang sebagiannya lagi membagikan masker kepada penduduk sekitar. Hal ini kita lakukan sebagai bentuk kepedulian dan membantu serta mengurangi orang yang terdampak virus Corona.”
Setelah pengumuman dari Ustazah selesai, aku dan teman-teman berkumpul untuk mendiskusikan tentang penggalangan dana melalui transfer uang ke rekening pondok pesantren. Selain itu, kami juga mengumpulkan dana dari orang tua masing-masing dan dari warga sekitar.
Setelah berdiskusi cukup panjang, aku dan teman-teman meminta izin kepada Ustazah untuk memulai menggalang dana dari warga sekitar. Setiap hari aku dan teman-teman yang lain menggalang dana dari warga ke warga. Alhamdulillah setiap hari kami mengumpulkan lebih kurang sebanyak Rp 250.000. Aku rasa dalam beberapa bulan akan terkumpul uang sekitar Rp 10 juta. Santri yang lain mengumpulkan dari transfer melalui rekening melaporkan bahwa mereka mengumpulkan sekitar 300 ribu perharinya.
Ternyata penggalangan dana ini didukung oleh banyak orang, sehingga dalam kurun waktu satu bulan ini terkumpul lebih kurang sekitar Rp 15 juta. Tidak kusangka ternyata sebanyak ini hasil pengumpulan uang yang kami lakukan.
Sebagian santriwan dan santriwati yang membagikan masker melaporkan bahwa dalam kurun waktu satu bulan ini sudah membagikan lebih dari 10.000 masker.
Sungguh luar biasa semangat dan kerja keras dari santri pondok pesantren Islamiyah ini. Mereka bekerja dengan giat demi membantu orang-orang yang terdampak virus Corona. Rasa bangga dan haru aku rasakan karena bisa belajar di pondok ini.
Tiba-tiba aku merasa khawatir akan kondisi keluargaku di kampung. Aku merasa ibuku sedang tidak baik-baik saja. Oleh karena itu, aku memberanikan diri untuk meminjam ponsel Ustazah Fatimah lagi. Tidak tahu kenapa aku takut untuk meminjam ponsel ke Ustazah lain.
Dengan memberanikan diri, aku mencoba untuk meminjam ponsel Ustazah, “Semoga saja Ustazah mengizinkan,” gumamku dalam hati.
Aku menuju ke ruangan Ustazah. Awalnya aku hanya membicarakan hal tentang penggalangan dana, karena aku takut untuk meminjam ponsel itu sekarang. Ternyata Ustazah bisa membaca pikiranku.
“Alya, kamu ke sini sebenarnya untuk meminta sesuatu, ya kan?” tanya Ustazah.
“I….ii…iya Ustazah. Aku ingin meminjam ponsel Ustazah lagi, karena aku khawatir dengan kondisi ibuku di kampung,” ucapku dengan gugup.
“Ohh, ini Alya,” ucap Ustazah sambil menyerahkan ponselnya padaku.
“Alhamdulillah, terima kasih Ustazah.” Aku kembali menghubungi ibu di kampung. Aku berharap ibu berada dalam kondisi sehat. Ternyata saat aku hubungi, ibu baik-baik saja. Selama ini aku hanya berpikir buruk, padahal ibu selalu baik-baik saja di kampung.
“Corona ini selalu membuatku khawatir,” gerutuku dalam hati.
“Bagaimana Alya, apakah keluargamu di kampung baik-baik saja?” tanya Ustazah.
“Alhamdulillah Ustazah, keluargaku di kampung baik-baik saja. Selama ini aku hanya merasakan hal yang buruk tentang mereka, ternyata ini semua hanya perasaanku. Terima kasih sudah meminjamkan ponsel Ustazah,” jawabku lirih.
“Alhamdulillah, Alya. Sebentar lagi ada pengumuman, pergilah ke lapangan!” perintah Ustazah kepada Alya.
Kringggg … kringgg ….
Bel berbunyi, seluruh santri bergegas menuju ke lapangan untuk mendengarkan pengumuman dari Ustazah.
“Assalamualaikum semuanya, Ustazah ingin menyampaikan bahwa sudah satu bulan lamanya pondok pesantren Islamiyah menggalang dana dan sudah dapat mengumpulkan uang lebih dari Rp 15 juta. Pondok pesantren juga sudah membagikan 10.000 masker dalam kurun waktu satu bulan terakhir,” jelas Ustazah.
“Usaha yang telah kita lakukan ini berdampak positif bagi kehidupan masyarakat. Orang yang tertular oleh virus Corona sudah semakin berkurang dan semakin bertambah pula orang yang mematuhi protokol kesehatan. Ustazah harapkan agar seluruh santri selalu mematuhi protokol kesehatan dan selalu menolong jika ada orang yang sedang kesusahan, ya!” sambung Ustazah.
“Melihat situasi sudah semakin membaik, mulai besok seluruh santri akan diizinkan untuk pulang ke rumah masing-masing dan jangan lupa untuk selalu menjaga kesehatan!” lanjut Ustazah.
Sontak, seluruh santri berteriak kegirangan karena rasa rindu mereka kepada keluarganya. Begitu juga denganku, aku sudah tidak sabar lagi menemui ibu di kampung.
Seluruh santri sudah bersiap-siap untuk pulang ke rumah masing-masing. Besok aku akan memberikan surprise kepada ibu. Pasti ibu sangat senang dengan kedatanganku. Aku akan bawakan oleh-oleh spesial untuk ibu.
Hari yang dinanti pun datang, seluruh santri dipersilakan untuk pulang bersama orang tuanya ataupun dengan rombongan yang telah ditentukan.
Aku akan memberikan surprise kepada ibu. Oleh karena itu, aku akan pulang bersama teman satu rombongan yang searah. Waktu tempuh dari pesantren ke rumahku sekitar dua jam.
Saat tiba di rumah, aku mengetuk pintu, dan langsung memeluk ibu karena rinduku padanya begitu berat. Aku menceritakan segalanya kepada ibu. Mulai dari kehidupan sejak adanya korona saat di pesantren hingga ceritaku tentang penggalangan dana untuk membantu orang yang terdampak Corona.
Ibu begitu senang mendengar ceritaku. Sedangkan aku begitu senang bertemu kembali dengan ibu sejak sekian lama tidak bertemu. Aku tumpahkan seluruh kerinduan dengan selalu berada di sisinya.*)

(Visited 3 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan