Dewi Lovita Apriani_Penyesalan_SMPN 2 Tanjungsiang

Screenshot_20210418-103504_WhatsApp2.jpg

Penyesalan
Oleh: Dewi Lovita Apriani
SMPN 2 Tanjungsiang

Sebutlah Melisa. Ia siswi di sebuah sekolah menengah pertama. Duduk di kelas sembilan. Gadis ini memiliki kepintaran yang lebih, namun ia memiliki kepribadian yang agak tertutup atau bisa disebut juga orang yang introvert. Sikap introvert ini yang mengakibatkan ia susah bergaul. Apalagi sekarang di zaman pandemi Covid-19. Melisa bukan berarti tidak bisa bergaul melainkan susah bergaul. Ketika sudah akrab atau sudah dekat, ia pun sama seperti teman-temannya. Bahkan kadang-kadang ia sering menjadi orang paling terlihat periang dibanding yang lainnya.
Suatu hari Melisa sedang belajar bersama, mereka mengalami kesulitan. Ia dan kelompoknya berusaha untuk menyelesaikan pertanyaan yang diberikan oleh guru. Kebanyakan di antara mereka menjawab dengan salah. Banyak juga yang tidak mengerjakan karena tidak mengerti atau mereka sudah putus asa dengan jawabannya yang tidak kunjung ketemu. Tidak terasa beberapa jam telah berlalu, waktu istirahat telah tiba. Serentak Melisa dan teman-temannya pun meninggalkan kelas untuk ke kantin.
Selesai makan mereka pun bergegas pergi ke perpustakaan untuk mencari buku Matematika dan segera kembali ke kelas. Sambil menuju ke kelas, mereka berbincang tentang kesulitan yang dialami.
“Kok, sulit banget ya, soalnya!” Indi memulai percakapan.
“Iya, ya, aku rasa juga begitu. Aku tadi udah pusing banget,” Revi menimpali.
“Lho, kok kalian sama kaya aku sih!” timpal Indra.
“Emang kamu kenapa, Ndra?” tanya Melisa.
“Ku kira kalian bisa, ternyata sama kaya aku ya, haha…!!! (Indra tertawa)
“Diihh … ada-ada aja kamu, Dra!”
“Ngomong-ngomong, kok, perasaan kita jarang libur, ya?”
“Iya nih, aku merahin aja, ya kalendernya!!!
“Andai kita libur satu tahun ya, enak banget belajar di rumah.”
“Iya, nih, Rev. Semoga aja terjadi, ya! Tapi, kayaknya gak bakalan terjadi deh!”
“Iya, udahlah sekarang mah jalani aja skenario Tuhan… hehe…”
Bel sekolah berbunyi, menandakan waktu istirahat telah usai. Semua siswa masuk ke kelasnya masing-masing. Peringatan untuk memulai kegiatan pembelajaran pun sudah disampaikan melalui pengeras suara oleh guru piket. Akhirnya semua siswa masuk ke kelasnya masing-masing. Pembelajaran pun dimulai kembali.
Bel tanda usai pelajaran bergema dengan nyaring. Disambut teriakan meriah seluruh siswa. Bel tanda usai belajar adalah suara yang paling mereka rindukan. Suara itu seperti nyanyian alam yang membawa berjuta kebahagiaan.
Melisa dan teman-temannya berjanji untuk berkumpul di rumah Revi. Mereka akan menonton film Train to Busan. Mumpung akhir pekan, mereka hendak bersantai. Semua terbawa suasana. Film tersebut menceritakan tentang zombie. Kisahnya, jika seseorang yang sudah tertular kemudian menggigit orang lain, maka yang digigit akan berubah menjadi zombie. Ending cerita itu sangat menyedihkan, karena ada seorang anak yang terpisah dengan ayahnya. Padahal sang ayah sangat melindungi anaknya. Pada akhirnya mereka harus terpisah.
“Wah, ini sih gila. Filmnya seru banget, parah!” Revi mulai berkomentar.
“Iya, ini film gak bisa ditebak endingnya bakal gimana-gimananya!” Melisa menimpali.
“Kalo misalkan di kita ada virus seperti ini gimana, ya? Semua akan diam di rumah kayaknya,” tukas Indra.
“Ya, iyalah kan pastinya nular itu virus!”
“Iiiiihh, serreeemm!”
“Kok, aku jadi takut gini yaa! Gak bisa bayangin kalo ini terjadi di jalan waktu aku pulang!” Melisa tampak ketakutan.
“Kamu lebay banget, Mel! Mana ada virus itu di sini,” Revi sedikit meledek Melisa.
Dan mereka pun bubar, pulang ke rumahnya masing-masing. Sesampainya di rumah, Melisa langsung bergabung dengan keluarganya yang sedang menonton televisi. Tampak kakaknya sedang memandangi henponnya. Kakaknya mendapat berita di China ada virus yang menyerang manusia, namanya virus Corona. Virus itu katanya berasal dari kelelawar yang dijual di kota Wuhan, China. Virus itu sudah banyak menelan korban. Masyarakat di China dihimbau untuk berdiam diri di rumahnya masing-masing.
Melisa dan ibunya terlihat panik mendengar berita dari si kakak. Untung saja ada ayahnya yang berusaha menenangkan keluarganya. Ayah Melisa mewanti-wanti agar semua tetap tenang, selalu berhati-hati. Namun tidak perlu panik, karena semua yang terjadi telah Allah rencanakan. Kita harus percaya disaat Allah memberikan ujian disitu juga pasti akan ada jawabannya.
Melisa masuk ke kamarnya. Ia berusaha mencerna yang sedang terjadi … Terdengar ketukan di pintu.
(Tok … tok … tok …!)
“Masuk!” Melisa mempersilakan.
“Kok, kamu belum tidur, Nak?” seraut wajah penuh kasih muncul di pintu.
“Lisa masih kepikiran yang tadi, Ma,” jawab Melisa sambil naik ke tempat tidur.
“Yang tadi yang mana?”
“Itu, Ma, berita dari Kakak.”
“Udah, gak usah dipikirin, cepet tidur! Gak baik tidur terlambat!”
Mama menemani Melisa sampai anak gadisnya itu benar-benar tidur pulas. Dalam tidurnya, Melisa bermimpi buruk. Ia melihat seseorang. Dia terlihat baik-baik saja, tetapi tiba-tiba jatuh pingsan. Orang-orang yang melihat tentu saja sangat kaget dengan kejadian itu. Semua tidak berani mendekat. Entah siapa yang memanggil, ambulans datang. Dan orang itu dinyatakan meninggal oleh petugas medis. Melisa terbangun, “Aku mimpi buruk,” gumamnya.
Melisa tidak bisa melanjutkan tidurnya. Waktu menunjukkan pukul empat pagi. Rasa ngantuk menyerang Melisa. Ia bimbang. Jika ia tidur pasti akan terlambat ke sekolah, tetapi kalau tidak tidur ia pasti akan ngantuk di sekolah. Akhirnya ia memutuskan untuk tidur dan memasang alarm.
Melisa sudah siap berangkat ke sekolah. Ia hendak sarapan. Ketika ia menuju ruang makan berpapasan dengan kakaknya.
“Rajin amat mau ke sekolah, mau gantiin Pa Satpam, ya?” ledek kakaknya. Melisa tidak meladeni kakaknya. Ia terus saja ke ruang makan.
“Lho…!” mamanya tampak menahan tawa.
“Kamu mau ke mana, Cah Ayu? Ini hari libur, kan?” tanya mamanya. Melisa tampak bingung.
“Coba sana lihat kalender!” perintah mamanya sambil senyum dikulum. Melisa pergi untuk melihat kalender.
“Oalahh… kenapa gak ngasih tahu, sih?” Melisa cemberut. Teringat kebimbangannya subuh tadi.
Kakak dan mamanya sangat terhibur dengan kejadian pagi itu. Kakaknya sebenarnya sudah mengetahui apa yang akan terjadi dengan Melisa. Tetapi ia senang sekali usil pada adiknya. Dan ia menikmatinya. Hiburan sederhana keluarga di pagi hari.
Melisa memutuskan untuk mengganti baju dan hendak melanjutkan tidur. Tetapi mamanya melarang, “Gak, baik tidur pagi-pagi!” begitu kata mamanya. Melisa kadang sangat sedih jika mamanya tidak mengerti akan dirinya. Melisa minta izin untuk main ke rumah Revi.
Di rumah Revi ternyata sudah ada teman-temannya. Dalam sekejap mereka sudah tenggelam dalam dunia yang hanya mereka mengerti sendiri. Kadang orang dewasa suka geleng-geleng kepala melihat kelakuan para remaja.
Sambil bermain monopoli, mereka ngobrol ngaler ngidul.
“Ehh, ngomong-ngomong, kalian sudah tahu belum soal virus baru yang ada di China?” terdengar suara Melisa.
“Virus apa, Mel?” ujar Revi.
“Belum tahu, memangnya virus apa?” Memey menimpali.
“Aku juga gak banyak tahu. Tadi malam aku dengar dari kakakku kalau di China sedang menyebar virus yang dapat mematikan,” jawab Melisa.
“Ya udah besok kita tanya aja ke Bu Tita!” Revi memberi solusi.
Mereka melanjutkan kegiatan dengan bermain layang-layang di lapangan dekat rumah Revi. Mereka tengah asyik bermain, tiba-tiba Revi terjatuh. Badannya terasa panas dan napasnya tersengal. Semua panik melihat Revi. Melisa bergegas ke rumah Revi, ia hendak memberitahu kejadian itu kepada keluarga Revi. Ternyata tidak ada siapa pun di rumah Revi. Melisa berbalik arah, ia akan meminta pertolongan Pak RT.
Revi segera mendapat pertolongan medis, tetapi dia belum juga sadar. Keluarga Revi sudah berkumpul di klinik tempat Revi dirawat. Semua tampak cemas. Mereka masih menunggu kejelasan tentang apa yang sebenarnya menimpa Revi.
Pak RT ke luar dari ruangan laboratorium. Segera disambut oleh semua yang masih ada di klinik.
“Alhamdulillah Revi bukan terkena virus Corona, melainkan hanya kecapekan saja. Dia boleh pulang jika kondisinya sudah pulih,” ujar Pak RT. Ucapan Pak RT disambut helaan napas lega oleh semua yang hadir.
Keesokan harinya. Melisa pergi ke sekolah bersama Memey. Revi masih perlu istirahat. Menjelang pulang semua siswa dikumpulkan di lapangan untuk menerima pengumuman.
“Anak-anak yang Bapak cintai dan banggakan, sekarang kita sedang diuji oleh Allah SWT. Seperti kalian ketahui saat ini sedang ada wabah yang disebabkan oleh virus. Namanya virus Corona. Virus ini sangat berbahaya bagi kita dan bisa menular kapan saja dan di mana saja. Oleh sebab itu mulai besok kalian belajar dari rumah. Bapak tahu kalian bisa menjaga diri. Kalian tidak perlu takut, tetapi harus selalu mematuhi protokol kesehatan. Yaitu selalu memakai masker, mencuci tangan menggunakan sabun pada air yang mengalir, dan selalu menjaga jarak. Mari kita berdoa wabah ini segera berlalu, agar kita bisa segera bersekolah kembali!”
Kemudian seluruh siswa dipulangkan untuk belajar dari rumah sampai batas waktu yang belum ditentukan, Melisa pulang ke rumahnya dan menceritakan kejadian tersebut kepada mamanya.
Beberapa bulan telah berlalu. Melisa, juga siswa yang lain masih menjalani pembelajaran jarak jauh. Mereka tetap belajar dari rumah. Rasa jenuh mulai menghinggapi. Di samping itu rasa kangen datang menyusul. Kangen bertemu guru dan teman-teman, kangen meja belajar di sekolah, kangen kehebohan di sekolah.
Ada rasa sesal menyelinap di hati Melisa. Teringat candaannya bersama teman-temannya, “Andai kita libur satu tahun ya, enak banget belajar di rumah.” Candaan itu menuai berbagai kesedihan di hati Melisa. Ia memohon ampun dari ucapannya yang tidak bertanggung jawab. Ia berdoa semoga semua kembali normal seperti sebelum ada wabah virus Corona.*)

(Visited 20 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan