RAHASIA
Aku duduk di sebuah kursi kokoh. Di dalam kamar yang bercat polos dengan gambar Abstrak di temboknya. Tak lupa, aku nyalakan AC kamarku karena Subang sangat panas bagiku. Oh Subangku, waktunya aku menceritakan rahasiaku.
Hari-hariku berjalan begitu cepat, sekarang aku sudah berumur 16 tahun. Kata teman-temanku, aku ini orangnya pandai bergaul, menyukai musik, dan aku menyukai hal-hal yang berbau spiritual.
Sekolahku sangat jauh dari rumahku. Jadi, aku memutuskan untuk tinggal di kost-kostan. Rumahku berada di pusat kota Subang, sedangkan sekolahku berada di Tanjungsiang. Namaku adalah Rachel Rachela Anastasya.
Dari dulu, aku sudah mempunyai bakat terpendam. Bakat yang tak dimengerti oleh logika manusia, dan bakat yang jarang manusia miliki. Inilah bakat yang aku sembunyikan dan hanya keluargaku yang tahu.
“Mama ..!!” teriakku, sambil menangis memeluk erat tubuh mamaku. “Ada apa kak?” tanya mamaku, sambil mengusap rambutku. Aku tidak menjawab pertanyaan mamaku, karena betapa kagetnya aku melihat seorang lelaki yang berusia sekitar 40 tahunan yang duduk di sebelah mamaku, di dalam angkot yang berdesakan.
“Tiba-tiba dalam memoriku terlintas masa lalu lelaki itu, lelaki itu sering memutilasi anak-anak yang hampir sama dengan usiaku yaitu tujuh tahun,” ucapku kepada mama.
Mamaku sontak kaget mendengar penjelasanku dan menceritakan pada papahku. Kesalahan orang tuaku adalah langsung membawa aku ke orang pintar, bukannya di bawa ke ustadz.
“Anak ibu memiliki bakat yang jarang orang lain miliki, ibu harus menjaga rapat-rapat bakat rahasia ini,” ujar orang pintar itu serta menoleh ke arahku. “Saya tidak mau anak saya seperti ini takutnya dia stres pak,” ujar ibuku yang perlahan mengeluarkan air mata. “Baiklah jika ibu ingin menutup bakat rahasia Rachel, tetapi ibu harus ingat ini hanya sementara, jika dia sudah berumur tujuh belas tahun, bakat itu akan selamanya terbuka,” papar orang pintar itu.
“Tok … tok … tok …” suara pintu yang menggedor pintu kostku. “Crek … kkk …” ku buka pintu itu dengan lebar.
“Hallo namaku Sarah, aku ngekost loh di kamar ini,” ucap Sarah sambil memutar badan dengan heboh. Dia heboh gara-gara membawa koper besar dengan tas rajut yang penuh pernak-pernik. Di kamar itu aku jadi punya sahabat baik.
Sahabat yang pengertian, perhatian, dan sering membuatku tertawa lepas, untuk membuat masalah yang kuhadapi seketika hilang terbawa angin.
Suatu malam mereka saling mengungkap hal yang paling dibenci mereka berdua. “Chel … hal apa sih yang buat lo benci ke seseorang?” tanya Sarah pada ku dengan muka yang mulai serius. Dengan santai aku menjawab “Ya … gue sih simpel, gue gak suka orang yang sok tahu tentang hidup gue, dan gue paling gak suka diatur-atur,” jawabku pada Sarah.
“Kalau lo gimana?” tanyaku pada Sarah. “Ya … gue juga lebih simpel, pokoknya kalo ada orang yang berani nyari tahu tentang masalalu gue, gue gak akan segan-segan buat pergi dari hidup dia. Walaupun orang itu adalah temen gue sendiri.” Ucap Sarah yang kian berwajah serius. “Santai kali mukanya, serius amat haha … haha …” suasana pun kian mencair menjadi lebih rileks.
Tak terasa usiaku sekarang tepat 17 tahun. Di umurku yang ke 17 aku menantikan suatu hal yaitu hadiah dari Tuhan. Bakat yang selama ini mereka tutup kian terbuka.
Aku kaget melihat masalalu Sarah, Sarah yang ceria, Sarah yang heboh, Sarah yang terlihat senang, dan Sarah yang cerewet ternyata memiliki masa lalu yang menyedihkan. Semua itu aku tulis dalam buku diariku.
“Iih … buku catatan gue mana ya?” ucapku sambil mengobrak-ngabrik meja belajarku. “Rachel …” ucap Sarah sambil menatap mataku penuh arti. “Iya, kenapa Sar?” aku bertanya pada Sarah. “Gue gak nyangka ya, kalo lo ngelakuin semua ini sama gue,” ucap Sarah sambil menangis. Maksud lo apah? Tanyaku pada Sarah. “Gak usah pura-pura gak tahu deh lo, lo kan yang nulisin masalalu gue di buku catatan lo? Kenapa lo buka rahasia gue? Sementara gue berusaha menutup-nutupi ini semua Chel.” ucap Sarah pada ku dengan mata yang sudah basah.
Sarah meninggalkan ku dengan rasa kecewa entah kemana dia yang jelas aku tidak mengejarnya. Aku menyesal setengah mati dengan perbuatanku.
Aku mencoba menelponya, tapi tidak diangkat olehnya. Tiba-tiba ibu kost menghampiriku, memberitahu bahwa Sarah pindah kost ke Palasari dan memberikan alamat Sarah, aku bergegas menyusul Sarah ke Palasari. Setibanya di Palasari, Rachel langsung bertemu dengan Sarah. “Sar …? ucapku pada orang yang berada di depanku sambil membelakangiku. “Rachel …?!” ucap Sarah padaku. “Maafin gue Chel… maafin gue udah marah-marah gak jelas sama lo,” ucap Sarah padaku. Aku tersenyum lebar dan memeluk Sarah dengan erat. “Maafin gue juga ya Sar, udah ngebongkar rahasia lo,” ucapku sambil meneteskan air mata.
Akhirnya mereka berdua saling memaafkan.
TAMAT