Mata Uang Oleh: Dewi Lovita Apriani SMPN 2 Tanjungsiang Di suatu desa hiduplah seorang keluarga yang tidak berkecukupan. Keluarga itu terdiri atas Ayah, ibu, dan anak. Mereka hidup seadanya, Ayahnya pengangguran dan ibunya tukang sapu jalan. Mereka menghabiskan waktu dijalanan.

Menanti Dimana lawan perang? Situasi ini mengekang Dapatkah kami beribadah dengan tenang? Seperti tahun-tahun kebelakang Bulan ini suci Tapi kau belum pergi Berapa lama lagi? Kurang apa aku sabar menanti

Penantian Awalnya dua minggu Ternyata palsu Hatiku jadi biru Lelah menunggu Rutinitas harian yang membosankan Butuh pencerahan Terkadang butuh perhatian Dari para atasan Wahai yang terhormat Kami ingin penyelesaian yang cepat Setidaknya tepat Agar terlepas dari penat

Remaja Kita baru remaja Baru mengerti soal dunia Walau memang terkadang Masih tak mengerti keadaan Baru saja lepas Dari panggilan anak bawang Semua kasih sayang Diterima mentah-mentah Mengkritik dengan tajam Tanpa bukti yang nyata Mengkritik dengan tajam Sebenarnya menghujat Ada

Rindu Aku tak sadar Jika rinduku mengakar Seperti virus yang menular dan membakar Kemudian menjalar, setelah itu menyebar Selayaknya radar yang terpencar Karena kita saling bertukar kabar

Keringat di Balik Baju Hazmat Oleh: Hipni Nurul Amalia SMPN 2 Tanjungsiang “Dua warga negara Indonesia positif terjangkit virus Corona usai melakukan kontak dengan seorang warga negara Jepang yang juga terinfeksi virus tersebut. Sontak, banyak masyarakat Indonesia yang mengalami kepanikan

Kebaikan Oleh: Hipni Nurul AmAlya SMPN 2 Tanjungsiang “Ibu … Ibu…!” Sontak aku terbangun dari tidur dengan jantung yang berdetak kencang, “Astaghfirullah al’adzim, aku bermimpi buruk. Aku tidak ingin mimpi ini menjadi kenyataan!” Aku bergegas mengambil air wudu untuk melaksanakan

Kota Subang Kau tau? Kotaku permai nan indah. Kau dapan melihat luas tanah,wisata,dan budaya masih terjaga. Orang orang ramah,penuh semangat dan ceria. Semangat terus membara dialiran darah mereka. Kota Subang ini indah.

Guruku 2   Ibu Betty namanya Sabar, penyayang, baik hati dan selalu ceria Walaupun aku dan teman-teman Sering membuatnya marah dan kesal   Terimakasih bu guru Engkau telah mengajariku Dan memberiku banyak bekal ilmu Untuk masa depanku

Diam   Akankah diam di rumah menyelesaikan masalah? Akankah diam saja melenyapkan virus yang tengah menjajah? Akankah diam di rumah melunakkan hati yang serakah? Akankah diam saja membuat kita bertahan ditengah wabah?   Ada anak istri yang harus diberi makan

Cita-cita   Suram, tak nyata, hanya diangan-angan saja Itu lah cita-cita, sebuah impian yang hanya sebatas ekspetasi kita Apakah iya? Bagi orang pesimis, mungkin iya Namun aku bukan bagiannya Aku bagian dari mereka yang dikenal optimis Aku kumpulan dari mereka

Belajar   Tinta dan lembar putih telah siaga Memikul berbaris-baris aksara Meski setiap hari terasa kian berat Mendengar kata “belajar” Bagiku, Langkah kecil ini Permulaaan mimpi yang besar   Satu dua wawasan terikat kuat Sambil meringis saat hampir tidak lagi

Pulang   Akhirnya.. Setelah penantian yang begitu panjang dan berliku-liku Aku pulang   Ke tempat dimana aku dilahirkan Dimana aku dibesarkan Di desa yang sangat kucintai dan aku banggakan   Hamparan sawah yang luas nan hijau Gunung-gunung yang menjulang tinggi

Sekolahku   Sekolah tempatku menuntut ilmu Disanalah aku bertemu guru Disanalah tempatku mempersiapkan bekalku Untuk meraih masa depanku   Sekolahku yang bermutu Disanalah aku menciptakan sejarahku Bersama temanku, kuraih kesempatan itu Melewati masa-masa indah, hingga kenangan pilu   Kenangan-kenangan yang

Sabar   Sudah satu tahun lebih ia menghantui kita Hari demi hari penuh dengan rasa bosan dan tidak nyaman Kita dipaksa untuk tak melakukan apapun   Bersabarlah sebentar lagi Ikuti semua arahan Hingga saatnya tiba … semua proses akan menjadi

Sekolah   Aku suka sekolah Aku Bahagia bisa sekolah Aku mendapat teman baru Dan belajar banyak hal baru   Alasanku memberi tahu mu Ku ingin kamu semua tahu Betapa pentingnya sekolah Lebih baik lelah hari ini daripada menyesal di kemudian

Buku   Kau bukan terbuat dari logam Kau juga bukan terbuat dari plastik Kau terbuat dari lembaran kertas   Kau memiliki banyak manfaat Aku bisa menemukan setiap orang dan tempat dalam buku Aku juga bisa menemukan apapun yang aku inginkan

Guruku   Guruku ialah orang yang istimewa Ia mengajarkanku membaca hingga berhitung Ia menjaga perhatianku di dunia yang bergerak begitu cepat   Guruku ialah orang yang istimewa Ia begitu sabar mengajariku Hingga aku bisa memancarkan cahaya kebanggaan   Guruku ialah

Guru   Tuhan telah memberi kami teman spesial Untuk membantu kami memahami dunia-Nya Dan betul-betul memahami keindahan dan keajaiban Dia memberi kami pemandu khusus Untuk menunjukkan kepada kami cara untuk bertumbuh Dan melakukan yang benar dan bukan yang salah  

Waktu   Waktu itu singkat Jangan kau siakan Detak setiap detiknya itu ilmu Segera rapikan jadwalmu!   Tak ada gunanya mengulur waktu Lekas rapikan meja belajarmu Mulailah membaca buku Lalu tuliskan lembaran baru

Rindu   Lebaran sekarang Ku tak jadi pulang Karna mudik dilarang   Kita tak bisa berjumpa untuk saling bertegur sapa Terasa sulit Menahan rindu dan rasa ingin bertemu   Mari kita sama-sama berdo’a Untuk kesembuhan negeri ini Agar pada saatnya

Meraih mimpi   Sesuatu yang kau impikan Jangan pernah berhenti untuk kau do’akan Semua butuh waktu, menghargai sebuah proses adalah hal terbaik yang bisa kau lakukan   Yakinlah bahwa tuhan pasti akan mengabulkan Kumpulkan mimpi-mimpi itu dan bentuklah sebagai cahaya

Kesusahan   Dua tahun kau telah berada Ratusan ribu jiwa kau telah regut nyawanya Beribu-ribu orang kau telah potong mata pencahariannya Berpuluh-puluh ribu orang yang telah kau beri kesusahannya   Mengapa kau terus beri kami  kesedihan Mengapa kau terus beri 

Pandemi   Menari kesana kemari Membuat angka bertambah setiap hari Mengusik ketenangan yang manis Sampai mengukir pedihnya tangis   Jalanku dibatas Bicaraku dibatas Genggamanku dibatas Anganku pun jadinya terbatas   Padahal dikutuk Tapi dia tak takut Terus saja merenggut Sehingga

Penat   Hujan di hari minggu Lelah berpikir membuatku bisu Penyesalan datang di akhir waktu Masa ini sungguh penuh dengan biru   Tanganku ingin sekali digenggam Pedih dipendam Merahnya sudah padam Diharap tak ada dendam   Senandika menuntun ragu Kuiringi

Senior   Memutar otak lewat ketikan Pusing kepala, diperintah tak masuk akal Satu sampai beribu-ribu halaman Walau hanya perumpamaan, aslinya juga berat   Tak apa lah Toh akan lewat Hasilnya dapat dirasa Meski awalnya menyiksa   Semester depan jadi bawahan

Tanah Kelahiran   Subang jawara Pastilah juara Pemandangan yang elok Sangat mempesona, memanjakan mata   Subang motekar Masyarakat yang saling percaya Bahu-membahu saling membantu Menjadikan kota ini, kota yang makmur   Subang Di tanah ini, kakiku pertama kali menginjak Menjalankan

Subang   Indah pemandangan saat melintas Hangat pemandian alam, jadi prioritas Jangan lupakan manisnya buah nanas Juga gagahnya sisingaan diatas   Tak ada habis tuk diceritakan Turun temurun adat kebiasaan Berkumpul berbagi kebahagiaan Meski derita tak dapat dihilangkan   Mentari

Surga duniaku Indah alammu mengalihkan duniaku Hijau kotamu mengalihkan pandanganku Sejuk udaramu membuat diriku merindu Ramah wargamu membuat diriku candu Surga dunia yang sahdu Yang memiliki nanas simadu Alam nan indah bak ayu Yang dibuat oleh Yang Maha tahu

Demi Sang Wali Jarum jam bergerak berlalu Matahari terbenam mengundang pilu Awan biru bersama angin lalu Bergerak bersama debu Lonceng bunyi tanda sedari Berlarian masuk kesana kemari Diberi ilmu oleh sang pengerti Diserap dan dipahami Mendengarkan dan memahami Demi membanggakan

  • 1
  • 2