FAKHRI KHAIRULLAH AL FAKHQIS
OLEH : NAJMAH SITI FAUZIAH
Ini kisah tentang seorang anak laki-laki yang tangguh. Fakhri Khairullah Al Fakhqis parasnya memang tidak terlalu tampan dan badannya yang tidak terlalu tinggi, sedang-sedang saja seukuran remaja pada umumnya. Dia telah teruji melewati fase kehidupan yang hebat di usianya. Nama panggilanya Ari
Ari bersekolah di sebuah SMP negeri. Ari menjalani hari-hari di sekolahnya dengan semangat. Ya, Ari adalah seorang anak yang ceria, supel. Ia mudah bergaul dengan siapa pun. Namun ada seorang teman yang selalu mengejeknya. Namanya Reza. Ia memang keterlaluan, Reza sering sekali menjelek-jelekan Ari kepada teman-teman mereka. Ari menanggapi setiap ejekan reza dan kawan-kawannya dengan tenag, ia tak membalasnya,
***
Hari Senin, bel berwarna kuning emas berbunyi dan mengoyangkan telinga siswa. Bunyi itu pertanda ulangan hari pertama dimulai.
Fahkri belajar dengan sungguh-sungguh , sedangkan teman-teman yang selalu mengejeknya mereka tidak belajar sama sekali.
“Ah susah banget soalnya!” kata Diko.
“Makanya, kalau tahu mau ulangan, ngapalin! Belajar, jangan leha-leha terus! “kata Fakhri
Hari pembagian rapor sekolah pun tiba, wali kelas mengumunkan siapa yang mendapat peringkat. Peringkat ketiga diraih oleh Intan. Sedangkan Dito yang giat belajar dan semangat mendapat peringkat kedua. Dito memang yang paling full ngerjakan tugasnya. Fakhri sudah berpikir pasti tidak mungkin kalau dirinya menempati peringkat pertama. Tapi ternyata keputusan pihak sekolah beda dengan apa yang ada di pikiran Fakhri. Ternyata peringkat pertama itu adalah dirinya sendiri yang semula baginya sesuatu yang tidak mungkin dia dapatkan.
Intan merasa aneh, karena merasa dirinya sangat rajin dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Setiap hari ia selalu mengerjakan tugas tanpa ada yang terlewat sedikitpun.
“Ngga apa-apa Intan kamu berarti harus lebih dari Fakhri,” ucap ibu.
Sejak itu Intan terus berusaha untuk bisa mengambil posisi Fakhri yang berada di posisi paling atas tersebut. Intan yang tinggi hati terus mengejek dan mencaci Fakhri yang mengalahkannya. Ia pun belajar mati-matian demi prestasi yang ingin diraihnya nanti di semester berikutnya.
***
Kesokan harinya, Fakhri bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka. Biasanya fakhri bangun Pukul 03.00 WIB untuk melaksanakan shalat malam yaitu shalat tahajud dan berdo’a untuk ayah dan ibunya tak lupa pula menyempatkan untuk belajar. Aktivitas itu ia lakukan setiap hari.
Pukul 08.00 Fakhri sedang megikuti pembelajaran di sekolah. Ia teringat kalau orang tuanya akan pergi berziarah. Fakhri menjadi gelisah. Ia ingin sekali ikut acara ziarah tersebut. Akhirnya ia memberanikan diri memintya izin kepada guru untuk menemui orang tuanya sebelum mereka berangkat. Walaupun tidak bisa ikut, ia ingin mengantar keberangkatan orang tuanya.
Fakhri langsung menuju tempat berkumpul para peserta ziarah.
“Ayah, ibu!” Fakhri memanggil kedua orang tuanya dengan sangat keras.
“ Ari, mereka sudah berangkat saat kamu ke sekolah,” ujar seorang ibu pemilik warung dekat tempat berkumpul para peserta ziarah.
Dengan lunglai, Fakhri pun pulang ke rumah. Harapan untuk bertemu dengan kedua orang tua dan adiknya pupus.
Fakhri menunggu dan terus menunggu di rumah dan tidak kembali lagi ke sekolah. Sedangkan guru dan teman-temannya khawatir.
***
Jam terus berputar, orang tuanya tidak juga pulang. Fakhri di rumah sendiri ditemani handphonenya.
“Assalamualaikum! Ari cepat ke sini!” terdengar suara saudaranya dari seberang.
“Waalaikumsalam. Nanti saja kalau ayah dan ibu sudah pulang!” jawab Fakhri dengan cuek sambil berbaring di sofa.
***
Pukul 02.00 dini hari, guru -guru mendapat kabar bahwa semua keluarga Fahri mengalami kecelakaan sampai meninggal dunia dan ada beberapa orang yang selamat termasuk adik Fakhri yang bernama Lala. Lala selamat, namun salah satu kakinya patah. Guru fakhri tidak memberi tahu informasi tersebut, karena khawatir kalau Fakhri tahu pasti dia akan shok.
Namun, semuanya tertambat ternyata Fakhri sudah tahu bahwa semua anggota keluarganya semuanya meninggal, kecuali sang adik, Lala. Ia tahu korban berjumlah 40 orang, ada nenek, ayah, ibu, tante, om, serta sepupunya. Peristiwa itu menghebohkan jagat media nasional.
“Astagfirullah….! Innalillahi wainna ilahi roojiun!” Fakhri menangis sejadi-jadinya lalu membantingkan diri ke lantai.
“ Ri, kamu harus kuat!” ucap salah seorang saudara Fakhri yang duduk di sampingnya sambil memeluk erat Fakhri.
Fakhri tidak hentinya menangis meluapkan kesedihan. Kerabat, guru-guru, juga temannya berdatangan mengucapkan bela sungkawa. Semua larut dalam kesedihan dengan musibah tragis yang melanda keluarga Fakhri. Kecelakaan maut para peziarah itu memakan banyak korban dengan kondisi yang rusak parah. Bagainama tidak bus pun jungkir balik masuk ke jurang yang sebelumnya menabrak dulu tiang listrik.
Samar-samar Fakhri mendengar raungan suara sirine ambulan berpuluh-puluh buah menuju Sumedang. Informasi yang sampai pada Fakhri, seluruh korban dievakuasi dari lokasi kecelakaan ke rumah sakit yang ada di Sumedang. Fakhri juga mendengar jerit tangis anggota keluarga yang lain juga para pelayat. Hari itu bagi Fakhri seperti mimpi. Ia merasa keluarganya masih sedang bepergian dan akan segera kembali. Tapi itu hanya khayalan Fakhri saja.
Fakhri tidak menyangka akhirnya akan seperti ini, Fakhri juga bersyukur dirinya tidak ikut serta berziarah. Paling tidak ada anggota keluarga yang tersisa. Betapa lebih memilukannya andai dia ikut dan menjadi korban juga.
“Kenapa semua keluargaku pergi secara tragis seperti ini?” Fakhri menangis di pelukan gurunya.
“Mungkin ini jalan terbaik untuk kamu Fakhri. Kamu harus kuat dalam menghadapi semua ini, ya! Kamu manusia pilihan Allah yang memiliki kekuatan lebih. Seperti yang Allah janjikan, Dia akan memberikan cobaan sesuai dengan kemampuan manusia tersebut. Kamu, Nak adalah manusia yang kuat. Kamu diberi amanah untuk menjaga kakek dan adikmu. Jangan salahkan takdir, Nak. Mari doakan saja semuanya agar mendapat kebahagiaan di alam barzah,” ujar salah satu guru sambil memeluk dan mengusap kepala Fakhri.
***
Beberapa hari berlalu dari peristiwa itu Fakhri tetap saja menangis tiada henti karena Fakhri bingung dengan keadaannya. Sekarang harus kehilangan sosok ayah dan ibu tercinta juga nenek yang amat mencintainya. Sosok ibu yang selalu memberi kehangatan serta semangat hidup baginya pergi begitu saja tanpa ada tanda-tanda apapun. Kini Fakhri harus tinggal dengan saudaranya yang berada tidak jauh dari kampungnya. Fakhri selalu berusaha terlihat kuat walaupun aslinya dalam hati sedih. Fakhri adalah sosok anak yang tabah. Walaupun umurnya baru sekitar tiga belas tahun dan adiknya sekitar empat tahun, mereka berdua diberi kekuatan menjalani kehidupan.
“Ka Ari ibu sama ayah ke mana? Dede rindu,” adık Fakhri bertanya dengan nada pilu.
“Hmm…” Fakhri hanya bicara dengan senyum.
Fakhri tidak mampu untuk membicarakan kejadian yang sebenarnya pada sang adik. Ia tak tega melihat kondisi sang adik yang hanya mempunyai satu kaki. Fakhri merawat adiknya dengan bercerita tentang cerita Islam sehingga adiknya bisa tertawa ceria.
***