Sekolahku, Aku Rindu_Silmi Nurmilaty_SMPN 1 Cisalak

foto-silmi.jpeg

Sekolahku, Aku Rindu

Sinar matahari berpendar, menembus hingga ke celah-celah tirai kamar. Aku terpesona melihat arunika yang pelahan menjadi terang-benderang. Terjaga semalaman membuatku tidurku malam ini begitu lelap.

Aku lantas bangkit dari tempat tidur, meraih ponsel yang berada di sampingku, penuh dengan ratusan pesan yang belum terbaca. Sontak jantung berdebar dengan keringat dingin di sekujur tubuh. Diam tak berkutik, kuhela napas mencoba menenangkan diri. Hari ini aku telat mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Riuh kicauan burung juga kokokan ayam di pekarangan merusak ketenanganku. Pandanganku sejurus ke depan, berpikir sejenak dengan apa yang harus kulakukan. Dengan jantung berdebar kucoba menghidupkan ponselku kembali, lalu kucantumkan nama lengkap beserta jam daftar hadir pada grup chat setiap mata pelajaran hari itu sebagai bukti hadir saat belajar daring.

“Lisa, apa kamu udah bangun nak? Kalo udah, turun ke bawah ya, Mamah udah siapin sarapan tuh buat kamu,” seru Ibuku membuyarkan lamunanku.

“U-udah kok Ma, iya, nanti Lisa ke bawah,” tuturku mengiyakan.

Awal pagi yang mencengangkan di hari pertamaku melakukan sekolah daring.  Sulit bagiku menyesuaikan diri unutk belajar di rumah. Teknologi berkembang dengan pesat, sebetulnya tidak menjadi alasan untuk anak sepertiku merasa kesulitan dengan belajar daring.

Tak memahami materi, menjadi kendala utama sulitnya belajar daring. Satu kutipan dalam laman jaringan sosial, tidak membuatku paham tentang materi pembelajaran.

Karena tanda zona merah di daerahku, membuat sekolah, juga tempat yang menimbulkan keramaian harus ditutup. Zona merah menjadi salah satu dari beberapa tanda yang paling berbahaya terhadap penyebara virus covid-19. Pasalnya zona merah menjadi zona dengan tingkat penularan virus korona terbanyak setelah zona hitam. Setelah menjadi perbincangan utama di seluruh dunia, persebarannya yang cepat kini sampai ke begaraku.

Waktu menunjukan pukul 11.30, terlewat tiga puluh menit aku mengikuti pembelajaran dengan sistem daring. Dengan peluh di sekujur tubuh karena duduk terlalu lama, kuputuskan menuju ke balkon kamar, memandangi desaku yang kini kian menyepi. Was-was akan terjangkiti virus korona, membuat para warga memilih mengisolasi diri di dalam rumah mereka masing-masing.

Tak terasa waktu berjalan sangat cepat. Satu minggu pertama, aku mengikuti pembelajaran daring dengan cukup baik. Hanya tinggal menghitung hari untukku kembali untuk melakukan sekolah tatap muka. Selepas dari rutinitasku yang membosankan membuatku berpikir melakukan suatu hal yang mengesankan.

Langit cerah di hari minggu menggambarkan suasana hatiku yang merasa gembira. Tak sabar menunggu esok untuk kembali bertemu dengan teman-teman sekelasku dan beraktifitas seperti biasa. Hal itu cukup membuatku bahagia.

Notifikasi dari ponsel membuyarkan lamunanku. Sontak aku pun kaget melihat pesan yang baru saja kulihat. Kini angan-anganku untuk kembali ke sekolah hilang begitu saja. Tertulis dipesan tersebut mengatakan bahwa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) akan diperpanjang hingga kurun waktu yang belum ditentukan

Kembali melakukan rutinitas yang membosankan, membuatku tak bersemangat lagi menjalankan hari-hari yang akan datang. Sejak hari pertama diperpanjangnya Pembelajaran jarak jauh (PJJ) aku pun bangun lebih siang dari  biasanya, mengabsen melewati batas waktu yang ditentukan, dan tidak mengerjakan tugas dengan baik.

Tak ada lagi pujian, kini hanya nasihat hingga teguran yang akhir-akhir ini ku terima dari semua guru mata pelajaran. Perubahan yang drastis pada diriku membuat guru hingga temanku merasa keheranan. Tak seperti biasanya, aku mulai tidak mengindahkan nasihat guruku, seolah yang kulakukan adalah perihal yang tak begitu salah.

“Lisa, kamu ini kenapa nak? Akhir-akhir ini ibu dengar dari guru lain kamu jarang ngumpulin tugas, ada masalah? Sini cerita sama ibu,” ucap Bu Fitri wali kelasku. Hari ini beliau sengaja meneleponku.

“Lisa baik-baik aja kok! Emang males aja ngerjain tugas,” tuturku.

“Jangan egois gitu dong Lis, mau gak mau kamu harus rajin ngerjain tugas,” ucap Bu Fitri dengan lembut “Ibu beri kamu waktu ya. Jika kamu tetap begitu terpaksa Ibu akan memanggil orang tua kamu ke sekolah…,”

“Iya Bu, nanti Lisa kerjain semua tugasnya. Kalo ada waktu ya Bu,” ujarku sembari menutup teleponnya dengan cepat.

Setelah kututup teleponnya, kini ku kembali ke laman media sosial sembari kembali merebahkan diri. Menghabiskan waktu dengan menonton video-video pendek, scrolling status teman atau artis terkenal lebih menarik dibandingkan mengikuti sekolah daring.

Tak terasa bulan Mei hanya tinggal menghitung hari. Tepat di tanggal dua puluh kelak, Penilaian Tengah Semester (PTS) akan dilaksanakan. Tak seperti di tahun-tahun sebelumnya yang selalu mengahapal untuk mempersiapkan materi ulangan, kini yang kulakukan hanya merebahkan diri dengan ditemani ponsel pintarku.

Suara hentakan kaki di anak tangga terdengar sangat jelas. Ku bergegas membaca buku di meja belajar dengan menyembunyikan ponselku dibalik tumpukan bantal. Belum sempat ku mematikannya, namun kini suara hentakan kaki itu sudah berada tepat di depan pintu kamarku. Perasaan tak karuan kini menyelimuti pikiranku.

Seperti dugaanku, Ibuku datang dengan membawa makanan ringan di tangannya, sembari memastikan diriku sedang belajar.

“Makin hari anak Mama makin pintar ya!” Ujarnya sembari mengelus-elus rambutku. Namun suara di balik bantal yang terdengar sayup-sayup mengalihkan perhatian Ibuku.

“Iya dong Ma, anak kesayangan Mama ini kan emang pintar,” tuturku mengalihkan perhatiannya lagi.

“Iya, pintar banget ngebohongin Mamanya ya!” bentaknya.

Aku terhenyak mendengarnya, membuat jantungku tetiba saja berdegup kencang dengan keringat dingin di sekujur tubuh. Aku pun bergeming.

“Udah Mama duga,” ucapnya dengan lirikan mata tertuju pada sumber suara. “Apa fasilitas lengkap yang Mama berikan gak cukup buat kamu untuk belajar?” ujarnya dengan tatapan mata yang membuatku takut.

“Bukan gitu Mah, tapi aku tuh….”

“Jangan pikir karena Mama sibuk kerja, jadi gak memperhatikan pendidikan kamu ya! Tiap hari Mama dapet laporan, kalo sekarang perkembangan kamu di sekolah turun drastis! Seharusnya kamu bersyukur. Di luar sana banyak yang ingin belajar tapi tidak mempunyai hp,” bentaknya lagi, “mau kamu apa sih?”

“Lisa tuh gak suka sekolah daring! Gak seru. Cuma diem aja di rumah. Gak bisa berkumpul sama temen-teman. Tolong Mama ngertiin Lisa,” rengekku sambil berurai air mata.

“Sini, nak!” Ucapnya sembari memberikan pelukan hangat padaku. “Turunkan egomu, nak! Di dalam situasi kayak gini, kita harus mengerti satu sama lain. Kalo kamu enggak suka sekolah daring, setidaknya kamu absen sama ngerjain tugas dulu. Soal ngerti atau nggak itu urusan belakangan. Yang penting kamu sudah berusaha” tuturnya dengan lembut sembari mengelus-elus rambutku.

“Maafin Lisa ya, Mah!” ucapku, “Lisa emang terlalu egois. Seharusnya Lisa  bisa mengerti kalo sekolah gak bisa dibuka saat pandemi kayak gini, tentu itu lebih berbahaya” tuturku.

Mama memeluk dan mengusap pelan kepalaku.

***

Hanya tinggal menghitung hari, tepat Penilaian Tengah Semester dilangsungkan. Dengan tugas yang masih menumpuk, ku coba untuk mengerjakan satu persatu. Notifikasi pesan yang terus-menerus masuk ku sempatkan untuk membacanya sejenak. Isi ratusan pesanku penuh akan tagihan tugas dari guru-guru.

Tertegun, aku berpikir keras untuk menyelesaikan tugas dengan cepat. Satu hari penuh berhadapan dengan buku-buku tugas tidak membuatnya selesai dengan cepat. Walau pikiran berpeluh, aku harus menerima buah hasil dari apa yang telah kutanam.

Notifikasi baru dari ponselku, membuatku mengalihkan pandangan dari buku bacaan di hadapanku. Tertulis bahwa sekolah akan mengadakan tatap muka meski hanya seminggu sekali. Hal itu cukup membuatku girang. Tak sabar menantinya, membuat semangat untuk mengerjakan tugas-tugas semakin berkobar.

Terkadang hidup tak selalu apa yang kita inginkan. Sesuatu yang tak diharapkan selalu datang untuk membuat pelajaran hidup semakin bermakna. Semua bergantung kepada bagaimana cara kita menjalaninya.

            ***

 

 

 

 

(Visited 16 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan