Api Semangat di Matanya_Hazna Bilbina Sopandi_7F_SMPN 1 Cisalak

WhatsApp-Image-2021-04-10-at-15.58.04.jpeg

Api Semangat di Matanya

Di siang yang panas ini Ari masih bersemangat untuk menjajakan gorengan buatan ibu nya. Ia berjalan dengan keringat yang mengucur deras di kedua pelipisnya. Ibunya dulu adalah seorang penjual gorengan keliling, tetapi karena sekarang menderita kelumpuhan di kedua kakinya, terpaksa Ari yang harus menjual gorengan sepulang dari sekolah. Meski begitu, ia tak patah arang. Selesai berjualan gorengan dengan berkeliling kampung, Ari pun membantu ayahnya berjualan nanas. Api semangat selalu berkobar di matanya.

“Gorengannya, Pak…, Bu…!” teriak Ari.

“Ari…, beli…!” teriak seorang ibu-ibu yang merupakan tetangga Ari.

Ari pun menghampiri lalu meletakkan dagangannya di teras rumah wanita bertubuh tambun itu.

Ketika ibu tersebut sedang memilih gorengan, ia bertanya kepada Ari tentang rencananya setelah lulu SMP nanti.

“Mungkin kalo saya lulus dan mendapatkan beasiswa untuk ke universitas, saya pasti melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi bu,” ucap Ari.

“Semoga kamu mendapat beasiswa ya Nak, belajar ya yang rajin, biar bisa banggain orang tua kamu, ” ucapnya memberi nasihat.

“Amin,terimakasih Bu,” ucap Ari.

“Jujur, ibu terharu dengan perjuangan kamu. Di umur kamu yang masih muda kamu tidak malu untuk bekerja, ibu salut sama kamu. Semoga kamu bisa jadi orang sukses ya.”

“Amin,amin ya robbal alamin, makasih Bu,” ucap Ari. Ia pun mengangguk dan tersenyum.

Setelah selesai menjajakan gorengannya ke setiap sudut kampung, Ari pun pergi menuju kios ayahnya untuk berjualan nanas. Walau jaraknya jauh ia hanya bisa berjalan kaki karena tidak memiliki sepeda apalagi motor. Setelah sampai, Ari pun mulai membantu ayahnya berjualan.

“Pak, nanasnya udah ada yang beli?” tanya Ari yang baru saja datang.

“Baru satu orang Ri, tadi. Alhamdulillah,” ucap ayahnya sambil mengelap keringat yang ada di keningnya.

“Ada nanas yang bagus gak, Pak?” ucap seorang ibu yang tiba-tiba saja datang. Memakai pakaian yang sangat mewah dengan menenteng tas kulit yang berkilau.

“Ada, Bu. Mau beli berapa bu?”.

“Saya coba sedikit ya, takut asem seperti yang kemarin,” ucapnya.

“Silakan Bu,” ucap bapak sambil memberikan beberapa potong nanas kepadanya.

”Oya, ini anak Bapak? Sekolahnya di mana?” ujarnya menatap ari sambil mencicipi nanas.

“Di SMP Bina Bakti, Bu.”

“Oh, sama dong dengan anak saya. Tapi pastinya prestasinya jauh beda ya, anak saya selalu juara kelas,” ujarnya membanggakan diri.

Orangtua Ari hanya tersenyum.

“Aduh…, Pak gimana sih? Ngomong-ngomong nanasnya kurang enak. Gak manis sama sekali. Saya ga jadi beli deh!”

“Iya bu,gak apa-apa…,”ucap bapak pasrah.

Bapak pun hanya tersenyum. Ia memang selalu bersabar. Ari sejenak tertegun dengan sang bapak. Selalu bersabar dan tak pernah menyerah. Ia pun ingin seperti bapak, menjadi seseorang yang pantang menyerah dan gigih dalam berusaha. Tak pernah ia mengeluh dengan keadaan. Itulah yang membuat Ari semakin bersungguh-sungguh dalam belajar. Ingin membahagiakan kedua orangtuanya.

***

Pagi cerah. Hari ini Ari pergi ke sekolah lebih pagi karena dia akan melaksanakan ujian di sekolahnya.

“Anak anak sudah siapkah kalin dengan ujian hari ini? Silakan isi dengan teliti ya, jangan lupa berdoa.” ucap Pak guru.

Ari pun mulai mengutak ngatik komputer di hadapannya untuk mengerjakan soal-soal ujian. Dia harus berusaha mendapat nilai yang bagus agar dia mendapat beasiswa untuk melanjutkan ke universitas favorit. Dia ingin menjadi orang yang berpendidikan dan bisa mengangkat derajat dirinya dan kedua orang tuanya.

Ari mengerjakan soal ujian dengan sangat teliti. Saat sedang mengerjakan soal-soal ujian,tiba tiba Darren teman sekelas Ari yang duduk tepat di belakangnya, mengetuk pundaknya.

“Ri!,no 7 jawaban nya apa?” tanya Darren mencoba mencontek jawaban dari Ari.

“Ini ulangan Darren, ga boleh nyontek,” ucap Ari menolak.

“Awas aja ya kalo lo gak mau ngasih contekan ke gue,” ucap Darren mengancam Ari.

“Maaf, gue gak takut dan jangan kira kamu anak orang paling kaya di sekolah ini kamu bisa ngelakuin apa yang kamu suka!” ucap Ari.

“Awas aja ya kamu,” ucapnya.

Darren pun berhenti berkata-kata karena Pak Guru sempat melirik padanya. Ia rupanya takut dan menghentikan ulahnya.

Ujian Kelulusan pun telah selesai. Nilai hasil ujian akan diumumkan lusa. Ari sangat berharap agar mendapatkan nilai yang bagus, lulus,dan mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan ke universitas, Untuk itu dia sangat rajin belajar dan berusaha dengan giat. Walau dia kadang dihina orang lain karena dia anak yang tidak mampu, dia tidak patah semangat.

***

Hari pengumuman hasil ujian dan pembagian rapot pun tiba. Semua orangtua pun diundang oleh pihak sekolah.

”Kira-kira yang dapat juara umum dan mendapat beasiswa siapa ya?” tanya salah seorang siswa.

“Yang pasti gue lah! Gue kan selalu mendapat juara satu di kelas,” ucap Darren dengan sombong.

“Tapi, akhir-akhir ini Ari yang selalu mendapat juara 1 di kelas,” ucap siswa yang lain bertanya-tanya.

“Gak mungkin. Mana bisa dia menjadi juara umum!” ucap Darren.

Namun, setelah pidato pengumuman diumumkan, Darren sangat terkejut.

“Siswa yang berhasil meraih juara umum tahun ini adalah Ari Gunawan…,” suara Pak Guru jelas terdengar ke setiap sudut ruangan.

Ternyata Ari berhasil mendapatkan juara umum dan memperoleh beasiswa  untuk melanjutkan ke universitas. Bahkan pihak sekolah sudah mendaftarkan Ari ke universitas terbaik di ibu kota. Ari pun dipersilahkan naik ke panggung untuk mendapatkan penghargaan, rapot, dan beasiswa yang telah diraihnya.

“Baik, silakan Ari, dan ada yang mau kamu sampaikan mungkin kepada orang tua kamu atau kepada orang yang selalu mendukung kamu,” ucap bapak Kepala Sekolah.

“Terimakasih Pak. Saya ingin mengucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, Bapak dan Ibu guru yang telah sabar dalam mendidik saya selama ini, lalu kepada kepada kedua orang tua saya yang selalu mendukung saya untuk selalu semangat dan rajin belajar.Terimakasih…,” Ari berkata dengan rasa bahagia meliputi hatinya.

Semua orang yang hadir di ruangan itu bertepuk tangan. Sang bapak tak kuasa menahan haru. Ia bangga terhadap Ari.

“Baiklah, ini rapot, piagam penghargaan, dan beasiswa  menuju universitas, sekali lagi selamat ya,” ucap Bapak Kepala Sekolah.

“Terima kasih banyak, Pak”

Dari kejauhan Darren hanya diam terpaku. Ia pun merasa malu atas apa yang dilakukan nya pada Ari selama ini. Ibunya yang berada di sampingnya pun lalu bertanya,

“Darren, gimana sih kamu? Masa kalah sama dia. Kalau tidak salah, dia anak penjual nanas itu kan?” tanya ibunya.

“I-Iya Bu. Dia Ari, anak penjual nanas itu. Aku gagal meraih juara,” ucap Darren terbata-bata.

“Apa? Ari? Ibu malu sempat menghina dia juga,” ujar ibunya kaget.

Ari pun melenggang kembali menuju tempat duduknya. Kebahagiaan jelas terpancar di matanya. Semua orang kagum atas kerja keras dan usahanya. Ari lantas duduk di bangkunya. Ia disambut hangat oleh bapak. Ari pun lantas meraih dan mencium tangan orang tuanya itu. Dari arah belakang, Darren yang duduk tepat di belakangnya menepuk pundaknya, “Maafkan aku ya Ri, selamat, kamu pantas mendapatkannya”.

***

 

(Visited 92 times, 1 visits today)

2 thoughts on “Api Semangat di Matanya_Hazna Bilbina Sopandi_7F_SMPN 1 Cisalak

Tinggalkan Balasan