Belajar Melawan Rindu Saat Pandemi
“Angka pasien Covid-19 di Indonesia bertambah”, “Virus corona semakin menyebar pemerintah tingkatkan PSBB” dan berbagai berita Covid lainnya ramai dibicarakan orang di seluruh dunia. Hari ini jam 1 siang, Alara sedang menonton televisi di ruang keluarga sambil ditemani segelas teh manis hangat dan mie instan, juga rintikan hujan yang membuat suasana sendirian di rumah menjadi lebih nyaman. Saat ini dia terus-menerus menekan remotenya untuk mencari acara televisi yang menarik, namun semuanya dipenuhi oleh berita. “Corona lagi corona lagi” ucap Alara dengan nada kesal, lalu dia mematikan televisinya. Alara bersandar pada kursi, melipatkan kedua tangannya, lalu dia memandangi langit-langit rumahnya sambil melamun. Dalam batinnya dia menggerutu kesal “Kenapa mesti ada corona, mungkin kalo ga ada si corona itu aku sekarang lagi liburan di Bromo, main keluar sama temen, ga ada daring, dan…perpisahan sekolah kemarin pun ga harus secara online. Padahal aku mau banget memeluk teman-temanku buat yang terakhir kalinya” Alara menghela nafas pelan, entah kenapa keluar air dari matanya. Alara sangat rindu kepada teman-temannya dan dia sangat ingin dunia ini kembali normal. Ya, Siapa sangka jika dunia ini akan kedatangan virus yang membawa kehancuran bagi hidup semua orang? datang mencari mangsa dan masuk ke dalam tubuh manusia tanpa rasa bersalah?
Hai, namaku Alara. Aku duduk di bangku SMP kelas VII, sebentar lagi aku akan naik ke kelas yang lebih tinggi, tepatnya kelas VIII. Tidak terasa, rasanya baru kemarin rok merah ku terkena air karena bermain hujan bersama teman-temanku, bernyanyi bersama di depan kelas dengan iringan suara gitar anak laki-laki, makan nasi uduk dengan temanku, tertawa terbahak karena kelakuan si pelawak kelas. Huft…jika aku mengingat ini, aku ingin mempunyai mesin waktu, dan akan ku putar waktu kembali ke tahun 2018. Ketika aku mendengar “Sekolah akan diliburkan dua Minggu” oleh guruku. Aku tidak tahu harus merasa senang atau kecewa. Benar, ini memang momen yang ditunggu-tunggu oleh para pelajar, tapi masalahnya kita diharuskan untuk selalu di rumah, belajar secara online dengan materi yang lebih sulit dipahami, ditambah uang jajan pun sekarang sulit untuk didapati
“Assalamualaikum anak anak” sapa guru dari layar laptop. Ya, sekarang hari Senin dan aku sedang melakukan daring atau sekolah online. Jadwal hari ini adalah pelajaran matematika dan IPA. Sungguh, aku sangat tidak menyukai pelajaran matematika. Dulu aku sangat lancar dalam menghitung dan memahami pelajaran ini. Namun, sekarang materinya lebih rumit, apalagi dengan cara belajar jarak jauh seperti sekarang ini, aku menjadi susah untuk mengerti jika hanya membaca buku saja. Sudah jam 11 siang, sekolah online sudah ditutup. Aku pun sudah mengerjakan tugas dibuku tulisku. Pegal sekali rasanya harus duduk di kursi ber jam-jam dan menulis materi dibuku. Baiklah ini belum seberapa dibanding sekolah offline.
Sore ini hujan lagi seperti biasanya. Aku sedang menunggu ibu dan adikku pulang dari pasar. Lantas dimana ayahku? ayah sedang bekerja di luar kota, dia kadang pulang satu bulan sekali. Tapi sudah cukup lama dia tidak pulang, karena sekarang orang dari luar kota tidak diperbolehkan masuk ke kota ini, ya mungkin takut membawa virus. Aku sangat rindu dengan ayahku, aku rindu di peluk olehnya. Jika nanti ayahku pulang aku akan memeluknya seharian.
“Assalamualaikum kak” sahut ibuku sambil membuka pintu. “Astaghfirullah!, ih ibu ngagetin mulu!” aku sedikit terkejut dan handphone yang sedang ku genggam tadi pun terjatuh. “Kamu ini ada-ada aja” ucap ibuku tertawa sambil menggelengkan kepala lalu menaruh belanjaannya di meja makan. “Hehe, ibu beli apa?” tanya ku dengan tangan yang sedang membuka kantong kresek hitam. Ternyata isinya banyak sekali sayuran, buah-buahan, bumbu dapur, dan keperluan yang lain. “Wah, banyak banget bu, enak nih. Tapi titipan ku mana?” eh iya, aku menitip susu kotak, minumanku saat aku merasa bosan. “Astaghfirullah ibu lupa, maaf ya…ini semua pun harganya naik, makanya ibu awet-awet uangnya” jawab ibu ku. Benar juga, para pedagang kesusahan mencari pembeli, maka dari itu harganya sedikit melonjak.
Bip bip bip, suara alarm ku berbunyi. Jarum jam menunjuk angka 7. Pagi ini malas sekali rasanya beranjak dari tempat tidur, dan tidak tahu kenapa tanganku seperti mempererat pelukanku pada guling. Hari ini masih sama seperti biasanya, tidak ada yang menarik, tidak berbeda dengan hari sebelumnya. Seperti kebiasaanku, aku membuka ponselku dengan keadaan yang masih merebahkan diri di tempat tidur, berguling kekiri dan kekanan untuk mencari kenyamanan. Kegiatanku yang hanya itu-itu saja seperti tidur, makan, mandi, belajar online kadang membuatku bosan. Tapi hal itu bukan berarti aku melupakan teman-temanku. Saat seperti ini kita masih bertukar cerita, menanyai kabar masing-masing dan sesekali melakukan video call.
Hari ini aku dan teman-teman berjanji untuk bertemu di depan minimarket, aku menempuh perjalanan dari rumah ke minimarket dengan menggunakan sepedah. Sampai aku di tujuan, aku duduk di depan meja minimarket sambil menunggu teman-temanku datang. Sudah 8 menit berlalu, temanku belum datang juga, yang aku lakukan hanyalah melamun, memandangi keadaan sekitar, bahkan suara laju kendaraan pun terdengar samar ditelingaku. “DORR!” teriak temanku yang berusaha membuatku terkejut sambil menepuk punggungku dari belakang. Itu Neysha gadis berkaca mata yang menurutku paling rusuh diantara kami berlima.
“Astaghfirullah Ney, kirain siapa” jawabku menghela nafas sembari mengelus dada. Neysha hanya tertawa kemudian dia duduk disebelahku. Sambil menunggu yang lain kita mengobrol sedikit hingga tertawa. Tidak terasa yang lain pun datang mereka adalah Radjeng, Teresha, dan Alikka.
Kami semua menggunakan sepeda dan tentunya tetap menjaga jarak. Jika salah satu dari kami berbicara, suaranya tidak akan terdengar jelas karena tertutup oleh masker. Kita menghabiskan waktu sekitar 4 jam, keliling daerah sekitaran sini, membeli makanan yang enak, berfoto bersama dan melakukan hal yang menarik lainnya. Bertemu atau bermain hari ini memang tidak sering dan tidak lama seperti yang dulu kita lakukan. Tapi setidaknya, pertemuan kali ini sangat menyenangkan dan merupakan hari terbaik selama masa pandemi ini bagiku. Rasa rinduku pada mereka terbayar. Satu-persatu dari kami kemudian pulang, rasanya berat tapi memang sudah waktunya.
Sampailah aku di rumah, saat aku selesai menyimpan sepedahku di garasi belakang, seseorang membuatku terkejut, sangat terkejut. Sepasang mata yang berhadapan dan diriku yang tidak bisa berkutik, lalu “AYAH!” akhirnya ayahku pulang. Bayangkan saja bagaimana rasa rindu terhadap seorang ayah yang jauh dari kita selama berbulan-bulan. Aku memeluk ayah sangat erat “Ayah kapan pulang? kok bisa?” tanyaku sambil tersenyum padanya. “Bisa dong, sekarang kasus corona sedikit menurun, jalan pun sekarang tidak ditutup lagi” Jawabnya. Apapun itu, intinya aku bahagia bisa bertemu dengannya lagi.
Malamnya, setelah kita mandi kita semua berkumpul di depan meja ruang keluarga, menonton televisi sambil menikmati masakan ibuku. Tak hanya menonton televisi, kami bercerita satu sama lain, tertawa bersama dan melakukan hal menyenangkan lainnya. Aku terdiam sejenak melihat keluargaku yang bahagia. Melihat kembali senyuman mereka, tawanya, hingga muncul deretan giginya. Momen ini yang selalu aku tunggu-tunggu, dan malam ini menjadi malam terbahagia bagiku.
Ini semua cobaan dari tuhan yang diberikan kepada kita. Memang dituntut untuk mengikuti aturan yang sebelumnya tidak ada, tidak terbiasa dan seringkali lupa. Yakin, keyakinan akan berujung kemenangan, jangan pernah berhenti percaya pada setiap harapan, karena keajaiban akan selalu ada dengan kita yang berusaha mendapatkannya. Corona bukanlah akhir dari segalanya, jangan berhenti berdoa ditambah semangat dan tekad yang kuat. Kita bisa, semangat para pejuang!.