TEMPAT BERTEMU DAN BERPISAH
“Fina ga mau punya adik apalagi kembaran.” Ucap Fina kesal. “Fina harus nerima saudara Fina ga boleh gitu, siapa yang ajarin Fina egois kaya gini.” Ucap bundanya. “Pokoknya Fina ga mau punya kembaran, sampai kapanpun kalo Fina punya kembaran Fina ga akan anggap dia ada.” Fina tak ingin mempunyai kembaran karena dia takut kasih sayang orang tuanya dibagi menjadi dua walaupun Fina hanya sebulan sekali bertemu dengan orang tuanya Fina tidak ingin kasih sayang orang tuanya dibagi.
“Fina bangun” Ternyata Fina hanya mimpi dan dibangunkan tantenya. “Alhamdulillah cuman mimpi” Ucapnya lega. “Kamu mimpi apa?” Tanya tantenya. “Eh gapapa kok Tan.” Yaudah kalo gitu cepetan mandi Mila udah nunggu di bawah katanya mau jalan-jalan, oh iya sekalian nanti pulang dari sana bawain makanan kesukaan bunda sama ayah kamu. Nanti siang mereka mau kesini” Fina bergegas mandi, lalu segera menemui Mila temannya dan berangkat jalan-jalan mengelilingi Subang. “Mil, siang nanti ada bunda sama ayah, anterin beli nanas yu” Fina dan Mila berhenti di depan warung yang menjual nanas dan membeli beberapa lalu di simpan di bagasi, setelah itu mereka merasa lapar dan menuju salah satu tempat makan tradisional khas Sunda.
Ketika mencari tempat duduk Fina melihat seseorang yang sangat mirip dengan dirinya tapi Fina berpikir itu hanya halusinasinya saja. Pada saat menunggu makan datang, Mila pergi ke toilet dan melihat Fina. Mila heran mengapa Fina mengganti baju dan sebelum Mila ke toilet Fina sedang menunggu makanan, akhirnya Mila menuju Fina dan ternyata Fina ada di tempat yang sama, masih menggunakan baju yang ia kenakan sebelum berangkat, dan masih menunggu makanan. “Fin, tadi lu ke toilet henteu? gua liat lu tadi di toilet tapi beda baju mukanya persis kaya lu.” Tanya Mila keheranan. “Mungkin mirip sekilas doang” Jawab Fina, tetapi di dalam hatinya bertanya-tanya mengapa Mila juga melihat orang yang mirip dengan Fina, tidak lama kemudian makanan mereka sampai.
“Nuhun Mil, ntos maturan urang.” Ucap Fina sambil turun di mobil. “Sawangsulna, mangga urang ti payun” Ucap Mila dan mulai menjalankan mobilnya. Fina dan Mila memang menggunakan bahasa campuran, Sunda dan Indonesia. “Assalamu`alaikum, eh bunda ayah udah dateng?” Ucap Fina sambil membuka pintu dan membawa nanas di tangannya. “Wa`alaikumsalam” Jawab semua yang ada di ruang tamu. Fina segera menyalami semua orang yang ada di sana. “Fina kangen banget, bunda ga bakal ke luar negeri lagi? bunda sama ayah tinggal disini di Subang ya?” Fina memeluk bundanya dan ayahnya meluapkan rasa rindu. “Sayang besok bunda sama ayah ke Malaysia, bunda sama ayah sibuk nyari uang buat kamu juga sayang, eh Fina bawa apa?” Bunda melihat nanas yang di bawa Fina tadi. “Wih nanas buka sana Fin, ayah mau nanas udah lama ga makan nanas” Fina pun segera kedapur untuk memotong nanas.
“Aaaa”, teriak Fina dan Fani ,”lu saha? kok bisa disini, lu kok mirip gua?!”, teriak Fina, “oh ini teh Fina teh ya? kembarannya Fani?”, Tanya Fani. Orang-orang yang ada di ruang tamu bergegas ke dapur karena mendengar suara teriakan, “ini siapa bunda? kok mukanya mirip Fina?”, Tanya Fina, “Bunda bakalan jelasin di ruang tamu. “Jadi kamu itu punya kembaran Fin, waktu kalian masih kecil sekitar umur 10 bulan, kalian berantem diatas kasur dan Fani jatuh, kasurnya lumayan tinggi dan Fani sampai sekarang ada luka dikepalanya, jadi Bunda sama ayah memutuskan untuk memisahkan kalian, Fina Bunda titipkan ke Tante, dan Fani Bunda titipkan ke saudara ayah di Cisalak, Bunda sama ayah sibuk kerja, kalian tau itu kan? Bunda sama ayah pindah-pindah Negara karena urusan bisnis, ga mungkin kita ajak kalian, maafin Bunda nyembunyiin ini dari kalian selama ini”, Bunda menjelaskannya.
“Dan sekarang umur kalian udah cukup tinggal sendiri, ayah udah beli rumah buat kalian berdua, kalian harus tinggal seatap.” Ucap ayahnya lirih. “Fina ga mau punya adik apalagi kembaran” Ucap Fina sambil lari ke kamarnya dan menangis masih tidak percaya dia mempunyai saudara kembar. “Fina? jangan marah dong, anak itu rejeki ga mungkin Bunda tolak. Fina harus sadar, Fina udah besar ga boleh manja gini dong, nurut sama Bunda sama ayah juga. Fina harus tinggal sama Fani, jangan egois” Bujuk bundanya. Setelah lama menunggu Fina akhirnya sadar dan menurut pada orang tuanya tetapi belum bisa menerima Fani sebagai adiknya. “Gimana rumahnya suka?” Tanya ayahnya pada Fina dan Fani. “Aduh meni sae nya” Fani melihat sekeliling dengan kagum, lain dengan Fina menatap sekeliling dengan malas. Setelah membereskan semua barang-barang Ayah dan Bunda berpamitan akan kembali ke Malaysia karena urusan pekerjaan.
Hari demi hari telah berlalu, tak terasa seminggu sudah berlalu, tetapi Fina masih belum bisa menerima Fani. “Teh jalan-jalan yu, bosen Fani di bumi wae” Ajak Fani. Karena Fina juga merasa bosan, Fina memutuskan untuk menerima ajakan Fani. “Tapi gua ajak temen gua, takut lu malu-maluin gua dan inget gua masih belum bisa nerima lu jadi adik gua” Fina mengambil hpnya yang ada di saku celananya dan menelpon Mila. “La, jalan-jalan kuy, jemput gua soalnya males pake mobil nyalira, oh iya gua udah pindah nanti gua kirim lokasinya.” Setelah penantian setengah jam akhirnya Mila sampai juga dan Fina dan Fani segera naik mobil. “Ehh gening ada dua” Ucap Mila kebingungan karena Fina ada yang duduk sebelah dia dan dibelakang. “Hai, Fani kembarannya teh Fina.” Fani menyapa Mila dan mengulurkan tangannya dan bersalaman dengan Mila. “Mila, Fin geuning can pernah ngomong punya kembaran, eh yang gua liat pas waktu itu tuh lu ya Fan.” Tanya Mila dan Fani menjawab dengan anggukan kepala dan senyuman. “Gua juga karek nyaho boga kembaran si Bunda baru carita, caritana panjang, dahlah henteu penting gua ga pernah ga anggap dia jadi adik gua.” Jawab Fina malas, “Dia adik lu Fin, jangan gitu napa” Ucap Mila sambil mulai menjalankan mobilnya.
Mereka berhenti disalah satu tempat makan, saat akan masuk ke dalam Fina melihat supermarket di sebrang dan akan membeli sesuatu di sana. Saat akan menyebrang Fina merhatikan jalan dan yakin tidak ada kendaraan yang lewat, dengan penuh keyakinan jalanan aman Fina menyebrang, tapi ada mobil truk yang remnya blong tetapi dia tidak menyadarinya. “Teh Fina awas!” Fani segera berlari dan mendorong Fina ke tepi jalan sedangkan ia yang tertabrak truknya. “Fani!” Fina dan Mila berteriak karena melihat Fani yang tertabrak truk. Mereka segera menuju Fani yang tergeletak di jalan dengan penuh darah. “Fani lu harus kuat, Mila cepetan telpon ambulan” Fina meletakkan kepala Fani yang berlumuran darah di atas pangkuannya. “Teteh gapapa kan?” Ucap Fani yang menahan rasa sakit. “Lu masih mikir gimana keadaan gua? Sedangakan lu lagi berlumuran darah.” Fina mengkhawatirkan Fani yang sudah tidak berdaya, tidak lama kemudian ambulan datang Fani segera dibawa menuju rumah sakit.
Setelah menunggu beberapa saat akhirnya dokter keluar ruangan, “Dok gimana adik saya?.” Tanya Fina cemas. “Mungkin udah takdir Allah yang maha kuasa, innaililahi wa innailaihi raji’un adik anda dinyatakan meninggal, turut berduka cita”, ucap dokter yang keluar dari ruangan. “kalo mau ngelawak jangan disini, pergi ke stand up komedi. Fani baik-baik aja iya kan Mil? gua baru kenal dia seminggu yang lalu Mil” Ucap Fina masih tidak percaya, “Sabar Fin, ini udah takdir lu ga boleh gitu ikhlasin Fani” Mila berusaha menenangkan Fina. Setelah Fina tenang mereka masuk ke ruangan, terlihat seseorang yang terbaring di belangkar tertutup kain putih, “Fan maafin teteh, kita baru kenal seminggu yang lalu jangan pergi.” Fina menangis sambil memeluk Fani yang sudah tertutup kain putih itu, “Mila? gua jahat ya? gua ga becus jadi teteh yang baik buat Fani, gua ga pantes dipanggil teteh, gua saudara paling buruk di dunia.” Fina merasa bersalah atas kejadian yang menimpa Fani.
Sudah seminggu Fani meninggal dan Fina sangat terpukul oleh kejadian itu, dan orang tuanya belum kembali ke luar Negeri, angin berhembus pelan menerpa wajah cantik Fina yang sedang duduk di balkon sambil menatap bintang. Tanpa disadari bundanya sudah ada di sampingnya. “Udah ya Fina jangan ngelamun mulu, ikhlasin Fani dia udah ada di sisi yang maha kuasa.” Ucap Bundanya lirih. “Kenapa harus di tempat yang sama di kota yang sama juga Fina bertemu dan kehilangan Fani? Fina ngerasa bersalah Fina sanes saudara yang baik Bun, bahkan pas masa terakhir Fani, Fina masih wae henteu acan narima Fani jadi adik Fina.” Ucap Fina dengan penuh penyesalan. “Ntos wios ridhokeun, ayeuna ayo siap siap wudhu kita baca tahlilan yu.” Ajak Bundanya.