Syahida Parmawati_INILAH YANG TERJADI_SMPN 3 Subang

syahida.jpeg

INILAH YANG TERJADI

Sudah tak asing lagi dengan virus yang menyebar di dunia ini, siapa lagi jika bukan Covid-19. Kumpulan dokter di salah satu rumah sakit di kota Jakarta sedang berunding tentang obat yang dapat menyembuhkan virus tersebut. “Selama ini kita hanya tau gambaran bentuk Covid-19 di internet namun kita pun juga belum tau tekstur atau bentuk asli virus tersebut.” Dokter Kendra terlihat menimang-nimang apa yang ada dipikirannya. “Lalu dokter akan mencari tau tekstur atau bentuk virus tersebut? ”Tanya salah satu rekan dokter Kendra, yang ditanya pun mengangguk ragu. “Dengan cara apa kita mencari tau?” Tanya dokter wanita yang bernama Zevannya.

“Rumah sakit kita ini kan menampung pasien-pasien yang terkena Covid-19, dan kitalah dokter-dokter yang menangani pasien tersebut.” Dokter Kendra menggantung ucapannya. Ia sendiri pun bingung bagaimana caranya ia menjelaskan tentang apa yang berkelana di pikirannya. “Oke..selama kita menyembuhkan pasien terkena Covid-19 bukankah ada alat tertentu yang mengangkat virus itu sendiri?” Dokter Kendra menatap rekannya dengan teliti. “Lalu?” Rekan dokter Kendra yang bernama dokter Alvendo pun tampak mengetuk-ngetukan pulpenya di meja rapat. “Bagaimana kalo kita telusuri di laboratorium saja?” Dokter Kendra dan dokter Alvendo menatap Zevannya ragu. “Memang bisa?” Tanya ragu dokter Kendra. “Bisa kalo kita coba.” Ucap yakin Zevannya, kedua dokter pria itu tersenyum lalu bangkit dari kursi rapatnya dan segera ingin berganti baju APD untuk menyembuhkan pasien-pasien yang terkena Covid-19.

“Sangat tebal sekali bukan baju APD ini?” heran Zevannya. “Ya itulah gunanya APD sangat tebal, ya karena mampu mencegah virus tersebut ke dalam tubuh kita. ”Jelas dokter Kendra. “Ya..tapi engap banget Ken.” Hanya tertawa geli yang diberikan kendra. “Ayo cepat, kita harus bergegas menyelamatkan nyawa mereka, terutama bumi kita ini.” Zevannya dan Kendra tampak sudah siap dengan pakaian dengan segala alat yang mampu menyembuhkan pasien yang terkena Covid-19.

Ketukan pintu terdengar, hari ini jadwal kamar kenanga nomor 2. Decitan pintu terbuka membuat seisi ruangan mengalihkan fokus pada dokter yang kini berdiri diambang pintu dengan tatapan lelah. “Selamat siang semuanya, hari ini jadwalnya kita kontrol.” Zevannya menghampiri perempuan yang tampak duduk lesuh di blangkarnya. “Siang Violet, bagaimana kondisimu hari ini?” Hanya gelengan lesuh yang diberikan oleh Violet. “Apakah hari ini sudah bisa mencium aroma-aroma?”, “apakah bisa merasakan apa yang kamu makan?” Gelengan itu terlihat lagi. “Hey..jangan terlalu terbebani, yakinkan saja dirimu bahwa kamu bisa sembuh, kamu yakin virus itu akan pergi.” Zevannya melenggang pergi untuk menuju pasien selanjutnya. Di kamar kenanga tersebut hanya ada 3 orang pasien. “Siang ibu Isma, bagaimana? Semakin membaik bukan?” Ibu Isma mengangguk seraya tersenyum bahagia. “Saya semakin membaik dok, saya dapat merasakan aroma-aroma yang saya cium, dan saya pun sudah dapat merasakan makanan di lidah saya.” Zevannya tersenyum lega. “Syukurlah, mungkin sore ini ibu akan dipindahkan di ruangan Sudirman untuk ditindak lanjuti.”

Mendengar kabar tersebut ibu yang bernama ibu Isma tampak bahagia di blangkarnya. Selanjutnya Zevannya menghampiri anak kecil perempuan berkisar umur 10 tahun itu. “Hay apa kabar adik kecil?” Zevannya bertanya ramah pada anak kecil tersebut. “Ba..baik mungkin?” Tersirat keraguan di matanya, Zevannya hanya bisa memberikan semangat dan motivasi hidup. “Kamu bisa! percaya sama dokter! kalo kamu sembuh..eum..kamu boleh minta apa aja deh sama dokter!” Anak kecil tersebut tampak berbinar di tempatnya. “Benarkah Dok?” Tanya sekali lagi untuk memastikan. “Tentu benar, kalau begitu Zevannya tinggal keluar dulu ya, permisi.” Zevannya keluar denga rasa campur aduknya. “Zevannya!.” Perempuan tersebut menoleh dan mendapati Kendra disana. “Apa?.” Kendra berlari kecil untuk menghampiri perempuan yang sedang berdiri di depan pintu itu. “Saya sudah dapat alat untuk mengecek tekstur atau bentuk Covid-19 loh! mau di cek bareng-bareng ga?” Zevannya mengangguk lalu mengikuti kemana arah Kendra berjalan. “Alvendo dimana”, “Aku disini Zeva.”tiba-tiba Alvendo sudah di samping Zevannya.“sedang apa kalian berdua?.” Zevannya merebut alat yang sedang di genggam Kendra. “Ingin mengecek bentuk Covid-19.” Alvendo hanya berohria. “Ayo kita ke ruang laboratorium!” Ketiga dokter itu berlarian kecil seperti anak kecil yang sangat senang dengan mainan barunya.

Suara lampu dinyalakan itu terdengar, ketiga dokter itu menghampiri salah satu alat yang dapat mendeteksi tekstur virus tersebut. “Hey..ada yang kurang.” Kendra dan Alvendo menengok ke arah Zevannya. “Bagaimana caranya kita mengecek jika hanya punya alatnya? Bukan cara cobanya?” Mereka berdua terlihat cengo di tempat. “Benar juga.” Kendra menimang-nimang apa selanjutnya yang akan mereka lakukan. “Apakah kalian butuh bahan percobaan?” Zevannya berucap lagi, dan mereka berdua pun mengangguk kaku. “Di kamar kenanga ada yang mungkin..sudah terlalu parah? Apakita tidak coba saja angkat virus tersebut dari tubuhnya lalu..kita segera cek di laboratorium? kalian sudah tidak terlalu lelah kan?” Zevannya bertanya ragu, mustahil bila mereka tidak lelah. Bayangkan saja tiap hari jumlah korban pasien Covid-19 semakin bertambah dan itu artinya semakin terkuras juga energi mereka untuk menyembuhkan korban tersebut. “Hari ini aku melewati rekor penyembuhan.” Alvendo wajahnya tampak lelah. “Berapa? Mengalahkanku kah?” Tidak diragukan lagi Zevannya dan Alvendo berlomba paling banyak pasien yang sudah sembuh karena mereka. “Hanya..eum 30? Iya 30 aku sudah menghitungnya dari tadi pagi.” Tampaknya Zevannya kalah, terlihat dari raut wajahnya yang langsung kusut. “Bagaimana dengan gadis kita yang ini?” Ejek Kendra yang langsung dihadiahi pukulan dibahunya. “Hanya 12.” Lusuh Zevannya. “Hey..sudah tidak perlu bersedih harusnya kita bahagia telah menyelamatkan nyawa dan bumi kita ini.” Zevannya kembali tersenyum lalu mengangguk yakin. “Jadi..kalian tidak terlalu lelah bukan untuk menyembuhkan pasien yang ada di kamar kenanga?”.

Ketiga dokter muda itu sudah ada di kamar kenanga dimana yang kata Zevannya ada salah satu pasien yang sudah tampak menyerah. Kendra menatap papan nama yang di tempel di depan blangkar. “Violet mirandari, manis sekali namamu.” Ujar Kendra, tak ada respon dari gadis itu beri. “Kita ke ruang Gejayan yuk, untuk pengangkatan virus.” Violet langsung menengok cepat ke arah Kendra. “Kenapa baru sekarang!? Kenapa?!” Violet tampak frustasi di tempat dan menangis di atas blangkarnya. “Violet..obat untuk penyembuhan Covid-19 sendiri masih terbatas. Jika ingin sembuh dengan cepat itu bagaimana diri kita.” Zevannya berusaha menenangkan Violet, Alvendo melirik Zevannya untuk segera membawa Violet ke ruang gejayan.

Suara blangkar yang didorong menyita perhatian orang-orang yang berada di lorong rumah sakit. Ketiga dokter tersebut termasuk Violet sudah berada di ruangan tersebut. “Jangan takut ya..rilex saja..” Zevannya berusaha menenangkan Violet yang tampak ketakutan. Kendra mengeluarkan alat medis yang untuk mengangkat virus yang di dalam tubuh korban. Beberapa jam telah berlalu, kini Violet sudah berada di ruangan Sudirman, ya ruangan yang pasiennya sudah di ujung kesehatan maksimal, dan sudah hampir sepenuhnya sembuh. Senyum yang sedari tadi Violet tunjukan tidak pernah luntur ketika ia sudah keluar dari ruang Gejayan. “Bagaimana Violet keadaanmu?” Zevannya bertanya berhati-hati perempuan itu takut pertanyaannya tidak dijawab Violet, dugaannya salah gadis itu malah menjawab dengan riang.

Ketiga dokter tersebut kembali ke ruang rapat. “Hey, menurutku tidak usah lagi pake alat yang mampu memperlihatkan tekstur Covid-19 sendiri, sedangkan kita tau bagaiman bentuk asli virus tersebut.” Tak ada yang menyahut ucapan Zevannya. “Kalian masa ga mikir si kalian pengen tau bentuk virus tersebut sedangkan kalian setiap harinya mengeluarkan Covid-19 dari tubuh pasien, masa sampai sekarang masih nanya bentuk Covid-19 kayak gimana.” Sebal Zevannya, sedetik kemudian Kendra dan Alvendo mengerti apa yang diucapkan Zevannya. “Ya..kita cuma mau mastin aja Zev, bener ga si ini kayak gini bener ga si itu kayak gitu.” “Bener ga si otak kalian ada?” Zevannya berdiri dari duduknya langsung meninggalkan dua orang itu, Alvendo menatap bengong Zevannya yang keluar ruang rapat tersebut. “Masih bingung ga?” Alvendo melirik ke arah Kendra lalu mengangguk cepat.“ Bentuk virus Corona menyerupai mahkota seperti namanya. Corona bahasa latin yang artinya crown atau mahkota dalam bahasa Indonesia. Bentuk mahkota berasal dari protein S atau spike protein yang mengelilingi permukaan virus.

Protein S ini mirip anak panah atau paku yang menutupi permukaan virus Corona. Protein S inilah yang berperan penting dalam pola infeksi virus Corona ke sel pernafasan. Virus Corona secara umum berbentuk bulat dengan diameter 100-120 nm atau nanometer. Virus Corona tidak bisa memperbanyak diri kecuali dengan menginfeksi makhluk hidup, sama seperti virus lain. “Sudah ya saya tinggal? Saya mau sholat Dzuhur dulu.” Kendra keluar meninggalkan Alvendo.

(Visited 15 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan