Indah Pada Waktunya
Pagi ini Adel disibukkan oleh pembelajaran daring, tugasnya begitu menumpuk. Semua ini terjadi karena salah satu virus bahaya yang melanda tahun lalu dan berdampak besar terhadap kehidupan termasuk Pendidikan. “Adel, sholat Dhuha dulu!” seru Ibunya, Adel menghela nafas lalu mengikuti ucapan Ibunya. Setelah itu, Adel dan keluarga makan bersama, “Ma, Pa, Adel besok harus Zoom!” lalu Sang Ayah berhenti mengunyah “Kuotamu masih ada del?” tanya Ayah Adel, Adel hanya mengangguk simpul. “Kapan ya Corona ini berakhir? Emang beneran ada?” Adel menatap Mama dan Papanya. “Kita cuma bisa berserah sama Allah aja Del, setidaknya kita harus hati-hati!” Sang Ibu menjawab dengan senyuman tenang.
Alarm yang berbunyi di tengah malam sangat nyaring, sehingga membuat gadis yang kini menutupi tubuhnya dengan selimut mau tak mau harus bangun untuk melaksanakan Shalat Tahajud. Kaki putih itu melangkah untuk melewati satu persatu tangga menuju tempat wudhu. Di sujud terakhir, Adel yang sebenarnya percaya tak percaya adanya virus Corona, dengan khusyuk berdoa meminta peristiwa ini segera berakhir. “Ya Allah, hamba sebenarnya tak percaya dengan adanya virus Corona ini, namun hamba meminta agar semuanya kembali normal. Karena dengan adanya rumor virus Corona yang tak tahu ada atau tidak, segala urusan juga ikut terhambat. Hamba mohon kembalikan situasi seperti sebelumnya Aamiin.”, pinta Adel.
Gadis itu menengok ke arah belakang yang tiba-tiba nampak Sang Ayah yang sedang memperhatikannya. “Papa udah sholat tahajud?” Alvaro yang merupakan Ayah Adel itu mengangguk simpul, lalu duduk disamping gadis kecilnya itu. Lalu Sang Ayah berkata pada putrinya itu “Nak, jangan terlalu tak percaya dengan adanya virus Corona, kita harus tetap berhati-hati!, Adel pun menjawab “Habisnya Adel bingung, pasien cepat bertambah dalam hitungan detik di berita, tapi lingkungan kita baik-baik aja”. “Intinya kita harus tetap hati-hati ya nak!” seru Ayah Adel, “Iya Pa, tapi kapan virus Corona ini berakhir? Sudah setahun dia berpetualang di Bumi ini, tapi dia juga belum pulang.” Ucap Adel. Alvaro hanya tersenyum dan menjawab “Allah sudah mengatur semuanya Del, kita sebagai hambanya tinggal berserah diri kepadanya.” Adel tersenyum karena jawaban yang keluar dari mulut Sang Ayah membuat hatinya tenang.
Pagi pun tiba, suara langkah kaki terdengar semakin keras mendekat pada Adel yang sedang berbaring di kamarnya. “Pasti Mama.” Adel tersenyum gembira, “Adel, ini Mama.” seru Sang Ibu sambil mengetuk pintu lalu masuk ke kamar Adel. “Katanya kamu Zoom? Mama berpikir kamu belum bangun.” Ucap Sang Ibu. Adel merangkul wanita bernama Aisyah itu, “Iya ma, ini mau zoom.” jawab Adel “Mama sudah siapkan kok laptopnya.” lanjut Aisyah, Adel pun tersenyum haru menatap Sang Ibu, lalu sang Ibu meninggalkan Adel. Suara microphone tersambung, “Selamat bergabung Adelia, apa kabar?” tanya guru yang bernama Gisha, “Alhamdulilah baik bu!” lalu mereka membicarakan tentang materi pembelajaran, sampai beberapa waktu berlalu suara Aisyah membuat Adel menengok kearahnya. “Nak, sudah belum? Kita kan mau vaksin covid?” sahut Aisyah, Adel segera menatap laptopnya berharap pembelajaran segera selesai. “Anak-anak ibu sekalian, cukup sekian yang kita bicarakan. Terima kasih telah meluangkan waktunya, Wassalamualaikum!” Sang guru pun meninggalkan ruang, begitu pun dengan murid yang lain, “Udah ma, ayo!” Adel meraih lengan Ibunya.
Adel dan keluarga pun menunggu giliran untuk menerima Vaksin, tak lama kemudian “Keluarga Bapak Alvero!” suara perawat menginterupsi mereka untuk memasuki ruangan berbau obat itu. “Selamat siang bapak dan keluarga, sudah siap untuk di vaksin?” tanya perawat, namun Adel menggenggam erat tangan ibunya untuk menghilangkan rasa takutnya, ibunya mengelus lembut punggung tangan Sang Anak gadisnya itu. “Selanjutnya, Adelia!” perawat itu melontarkan kata bujukan agar Adel sedikit tenang “Wah manis sekali, sudah siap?” Adel mengangguk ketakutan sembari menggigit bibir bawahnya. Suntikan tajam itu mulai menusuk kulit putih Adel, Adel pun menjerit kesakitan, ibunya segera menghampiri Adel dan memeluknya. “Sakitnya sebentar kan?” tanya sang perawat, Adel meliriknya dengan wajah cemas.
Perawat pun menggiring Adel dan keluarga ke sebuah ruangan, lalu perawat memperlihatkan hasil pemeriksaan mereka. Alvaro dan Aisyah terkejut saat tahu bahwa hasil pemeriksaan anaknya itu positif. “Sus, ini ga salah kan?” tanya Alvaro, tampaknya Aisyah tidak kuat untuk menahan air mata. “Maaf Ibu dan Bapak, ini memang hasil tes laboratorium Anak Ibu dan Bapak yang memang harus melaksanakan isolasi.” Alvaro pun kecewa dan mengencangkan rahangnya untuk menahan air mata. Sementara Adel yang tak sempat berbincang dengan orang tuanya itu, tengah di isolasi di sebuah ruangan.
Keesokan harinya, gadis yang tengah merenung di sebuah balkon itu berkata “Gue udah sembuh belum ya?” sambil memasang raut sedih, gadis itu melihat jam dinding yang saat itu menunjukkan pukul 09.30. Adel segera berdiri dan bergegas menuju ke kamar mandi untuk melaksanakan shalat Dhuha. Seperti sebelumnya, di sujud terakhir Adel menangis tersedu-sedu, ia menyesali karena sempat tak percaya dengan adanya virus Corona dan memohon kepada sang kuasa untuk segera disembuhkan dari virus berbahaya itu. “Ya Allah, ampuni hamba jika hamba telah melontarkan kata-kata yang tak pantas. Hamba pasrah jika engkau menguji hamba dengan penyakit ini. Namun hamba berharap agar segera diangkat penyakit ini, hamba belum sempat membahagiakan orang tua hamba.” ucap Adel sambil menangis.
Saat Adel masih terseguk menangis dering telepon menghentikan tangisannya itu, Adel pun mengangkat telepon “Halo?” sahut Aisyah di telepon sambil menelan salivanya, Adel pun tak kuat menahan tangis. “Menangis lagi?” tanya Aisyah, “Ya gimana Ma, Adel kalo ga kuat buat ga nangis, apalagi kalo udah ngobrol sama Allah” jawab Adel. Aisyah pun tersenyum bangga karena meskipun Adel diberi cobaan tapi ia tetap taat beribadah. “Kamu bisa Del.” seru Aisyah, suara tangis terdengar kembali di telinga Aisyah. “Hey hey, udah jangan nangis ya, Ini Papa mau ngomong!”Adel menunggu Sang Ayah berbicara.“Assalamualaikum Adel, dengarkan Papa ya. Papa dapat kabar minggu ini pasien covid yang sembuh bertambah drastis, begitupun sebaliknya korban yang terkena covid sangat sedikit. Papa sangat mengharapkan kamu sembuh nak!” suara tangis Adel kini mereda berkat perkataan Sang Ayah. “Dokter Andrian akan menemuimu malam ini, jangan lupa untuk pakai masker ya!” ucap Alvero, “Iya Pa.” jawab Adel.
Malam yang bertabur bintang terlihat indah seperti perasaan Adel saat itu, Adel yakin ia akan sembuh. Ketukan pintu membuat Adel segera beranjak meraih hand sanitizer dan menggunakan masker. “Selamat malam Adel, sudah merasa membaik?” tanya Dokter, di balik masker Adel tersenyum bahagia. “Adel ga pernah ngerasa sakit sedikitpun dok, kaya yang sehat aja kok.” lanjut Adel. Dokter Andrian tersenyum haru, “Bagus, lawan virus itu ya!” Dokter Andrian mengeluarkan beberapa alat untuk mengecek kondisi Adel saat ini.
Tak terasa dua jam pun berlalu, kini Dokter Andrian menemui orang tua Adel dan memberikan tes hasil laboratorium Adel. Aisyah menangis haru, sedangkan Alvaro memperlihatkan senyum manisnya. “Terimakasih dok, terimakasih banyak telah menuntun Adel sampai sembuh, terimakasih.” ucap Aisyah sambil menangis. “Selain perawatan yang diberikan, salah satu yang membantu Adel sembuh adalah dirinya sendiri. Bu, Pak, Dari awal terkena covid Adel tak pernah merasa dia sakit, malah dia enjoy dengan keadaannya, dengan begitu imunnya bertambah kuat sehingga ia cepat sembuh.” tutur Dokter Andrian. Alvaro tersenyum bangga dengan apa yang dikatakan Dokter Andrian.
Seminggu setelah Adel sembuh dari virus tersebut, kini ia dan keluarga kecilnya itu tengah menatap televisi di hadapannya yang menampilkan berita tentang virus Corona. “Selamat sore pemirsa di rumah, kabar baik untuk kita sekalian, karena pasien covid-19 telah jarang ditemukan. Selain itu, hasil vaksin berdampak sangat baik. Aktifitas akan mulai berjalan normal pada bulan Mei mendatang, berikut penjelasan dari berbagai sumber terkait.” ucap pembawa berita. Adel dan keluarga pun tersenyum bahagia karena kini kehidupan mereka pun bisa berjalan seperti biasanya. Di sisi lain, Adel merasa bahwa kejadian menimpanya bagaikan mimpi yang panjang, namun sekaligus menjadi pelajaran untuknya.