ATIKA RAHMA RINDU_PERJUANGAN SEORANG AYAH_SMPN 3 Subang

atika.jpeg

PERJUANGAN SEORANG AYAH

Namaku Nengsih, aku dilahirkan di tengah keluarga yang tidak memiliki banyak harta, akan tetapi kaya hati. Ayahku seorang tukang becak dan ibuku seorang buruh cuci pakaian di rumah tetangga. Walau hidup kami pas-pasan namun, kedua orang tuaku sangat menginginkanku mendapatkan pendidikan yang tinggi. Ayah selalu berkata, “Ayah dan ibu tidak memiliki harta warisan untuk diberikan padamu nak, tapi insya Allah ayah dan ibu akan berusaha memberikan kamu pendidikan yang layak sehingga kehidupanmu jauh lebih baik dari ayah dan ibumu sekarang.” Dari hasil mengayuh becak seharian penuh, ayahku selalu menyisihkan uang untuk biaya pendidikanku kelak, sedangkan untuk kebutuhan sehari-hari kami gunakan dari hasil jerih payah ibu.

Pembelajaran di masa pandemi Covid-19 ini cukup sangat memberatkan kedua orang tuaku. Bagaimana tidak, mereka selalu memikirkan bagaimana cara membelikan aku smartphone agar aku dapat terus mengikuti pembelajaran online dan belum lagi biaya kouta untuk setiap harinya. Masa awal pembelajaran online aku kerap kali dipinjamkan smartphone oleh tetangga yang rumahnya tepat di depan rumahku. Tetanggaku yang sangat baik itu bernama Bu Desi.

Pandemi covid-19 terus meningkat sehingga pembelajaran online pun diperpanjang. Rasa malu akhirnya muncul setiap kali aku harus mengetuk pintu rumah Bu Desi hanya untuk sekedar meminjam smartphone dan mengerjakan tugasku di depan teras rumahnya. Melihat hal tersebut membuat ayahku berpikir untuk menjual satu-satunya kambing yang kami miliki. Awalnya kambing tersebut akan dijual pada saat mendekati hari raya Idul Adha agar harganya lebih tinggi.

Pagi itu saat aku buka jendela kamarku, kulihat ayahku sedang menggiring kambing dari kandangnya, lalu aku pun bertanya “Ayah mau dibawa kemana kambingnya?” karena tak biasanya ayah mengeluarkan kambing itu di pagi hari. “Ayah akan coba tawarkan kambing ini ke Pak Lurah, semoga saja beliau mau membelinya dengan harga yang pantas, sehingga ayah bisa membelikanmu smartphone”, mendengar ucapan ayah tersebut membuatku merasa bersedih. “Kenapa  harus dijual ayah? kan aku bisa meminjam ke Bu Desi.” Lalu ayah menjawab, “Kalau setiap hari kamu pinjam ke Bu Desi, lama-lama ayah malu Nengsih, ayah pun tau kamu merasakan hal yang sama selain itu jika kamu sudah punya smartphone sendiri kamu bisa belajar setiap saat, dan tidak lagi harus menunggu Ibu Desi pulang dari pasar.” Apa yang dikatakan ayahku memang benar, namanya barang pinjaman tidak bebas menggunakannya, terkadang muncul rasa takut kalau terjatuh dan rusak. “Baiklah ayah jika itu yang terbaik menurut ayah.” Kemudian ayahku menjawab, “Buat ayah yang terbaik adalah pendidikanmu.” Lalu ayah pun bergegas pergi sambil membawa kambing tersebut.

Rumah Pak Lurah sebetulnya tidak terlalu jauh dari rumahku, tapi sudah hampir 4 jam ayahku belum juga pulang, rasa was-was mulai muncul, “Jangan-jangan terjadi sesuatu sama ayah.” gumamku “Ah berpikir apa aku ini, aku yakin ayah baik-baik saja.” Lalu aku masuk ke kamar dan kulanjutkan tugas yang diberikan  oleh guruku melalu zoom meeting yang aku ikuti di teras rumah Bu Desi.

Assalamualaikum” suara salam dan bunyi ketukan pintu terdengar jelas di telingaku, lalu aku keluar dari kamar dan kulihat Pak Lurah dan beberapa orang di depan teras sedang membopong ayahku. “Ayah… ayah….ayah kenapa?” melihat darah di baju ayah membuatku semakin cemas belum lagi kepala ayah yang dibalut perban. Ayahku dibawa ke kamar untuk berbaring “Ibumu dimana Nengsih?” Tanya Pak Lurah padaku, lalu aku jawab “Ibu sedang ada panggilan mencuci di RT sebelah pak, saya akan mencari ibu dulu, saya mohon bapak untuk menemani ayahku dulu sebentar.” lalu aku langsung bergegas dengan sepedah tuaku.

Akhirnya aku temukan ibuku yang sedang berjemur baju di salah satu rumah tempat ibu bekerja. “Ibu ibu ayah….” Aku hanya bisa menangis tanpa sanggup menjelaskan apa-apa, kutarik lengan ibuku dan itu membuat ibu tambah penasaran “Kenapa Nengsih? ada apa sama ayah?” wajah cemas terlihat di wajahnya “Ayok bu lekas naik sepeda” kutarik terus lengan ibu dan kami pun menuju rumah. Setelah sampai di depan rumah ibu begitu terkejut melihat begitu banyak orang di teras rumah. “Ada apa ini? ada apa?” lalu aku tarik lengan ibu kembali menuju kamar di mana ayah berbaring. “Astagfirulloh ayah kenapa? kepala ayah kok terluka?” kata ibu sambil meneteskan air mata. Ayah menjelaskan kejadiannya bahwa setelah keluar dari toko smartphone ayah bergegas pulang dan ingin cepat-cepat memberikan smartphone baru itu kepadaku. Ayah terpaksa jalan kaki saat pulang karena uangnya tak tersisa sepersen pun karena habis untuk membeli smartphone tersebut.

Di tengan perjalanan seseorang menjambret smartphone yang ada di dalam pelastik yang sedang dipegang ayah, ayah berusaha untuk menarik plastik tersebut tapi karena pelaku menggunakan motor yang ada ayah terseret dan terbanting ke jalan sehingga terluka. Kemudian setelah itu ada beberapa orang melihat kejadian tersebut dan menolong ayah. Tak lama Pak Lurah yang sedang mengendarai mobil melihat kerumunan pinggir jalan akhirnya turun untuk melihat apa yang terjadi, begitu terkejutnya Pak Lurah ketika melihat ayah berlumuran darah. Pak lurah kemudian membawa ayah ke Puskesmas untuk mendapatkan pertolongan pertama, Alhamdulillah tidak ada luka yang serius jadi ayah langsung dibawa pulang oleh Pa Lurah.

Kejadian tersebut sungguh membuat hatiku terasa sakit, bukan karena kehilangan smartphone itu tapi membayangkan perasaan ayah yang sudah berjuang membelikannya untukku dengan menjual kambing satu-satunya. Tapi kini kambing sudah terjual, smartphone pun tak ada, malah kondisi ayah luka-luka sehingga tidak bisa mencari nafkah untuk beberapa hari kedepan. Semua itu ayah lakukan agar  aku dapat terus belajar, belajar dan belajar. Sungguh rasanya hidup ini tidak adil, aku yang ingin belajar dengan bersungguh-sungguh tapi  terbatas dengan keadaan ekonomi, sedangkan diluar sana banyak anak yang memiliki orang tua berkecukupan tapi belajarnya ogah-ogahan.

Satu minggu telah berlalu, ayah sudah mulai pulih dan bisa mengayuh becaknya kembali. Kulihat ayah yang sudah tak muda lagi rasanya ingin aku menggantikannya mencari uang. Saat ayah hendak berpamitan aku berkata, “Ayah sudahlah Nengsih tidak perlu melanjutkan sekolah, agar Nengsih bisa bekerja dan mencari uang buat Ayah.” Tiba-tiba dengan suara dengan nada yang cukup tinggi ayah berkata “Apa yang kamu bilang barusan? berhenti sekolah? mau jadi apa kamu? mau kerja apa anak kecil seperti kamu?” sepertinya pertanyaan itu membuat ayah marah. “Nengsih ayah berjuang mati-matian agar kamu bersekolah dan mendapatkan pendidikan yang baik sehingga dapat mewujudkan cita-citamu, apa karena ayah seperti ini jadi kamu meragukan kemampuan ayah?” Perkataanku ternyata sudah menyinggung perasaannya, memang sejak kejadian kecelakaan itu ayah menjadi temperamental, sepertinya ayah belum bisa terima keadaan. Aku ulurkan tanganku dan kuminta maaf atas perkataanku, “Ayah maafkan aku, aku berjanji tidak akan mengatakan hal itu lagi.” Kemudian ayah pun berangkat.

Begitu sulitnya hidup menjadi orang seperti kami, ingin memiliki smartphone saja begitu sulit. Bagaimana jika ingin memiliki benda mewah lainnya. Andai saja pandemi ini tidak terjadi mungkin ayah tidak perlu membeli smartphone dengan menjual kambingnya. “Tuhan virus ini diciptakan oleh Mu, untuk itu kumohon bawa kembali virus ini dari dunia yang aku tempati saat ini, agar kami bisa menjalankan kehidupan kami seperti sedia kala.”

Satu bulan telah berlalu dan aku masih belajar menggunakan smartphone pinjaman dari Bu Desi, sungguh aku berhutang budi padanya, hanya Tuhan yang bisa membalaskan kebaikannya. Sore itu kulihat ayah dari kejauhan menuju rumah dengan berjalan kaki dan tangannya memegang sebuah paper bag, ayah memanggilku dari kejauhan. “Nengsih dimana kamu nak, lihat apa yang ayah bawa.” Lalu aku buka pintu dan ayah sudah berada tepat di depan pintu sambil menyodorkan paper bag tersebut “Apa ini Ayah?” tanyaku. “Lihat saja di dalamnya” jawab ayah, saat kubuka kulihat sebuah smartphone di dalamnya, ku peluk ayah dengan rasa bahagia. “Maafkan ayah ya nak, ayah hanya sanggup membeli smartphone bekas, tapi masih berfungsi baik kok, kamu bisa belajar kapan aja sekarang dan ayah akan bekerja lebih keras lagi untuk membeli kuotanya.” Perkataan ayah itu membuat aku terharu dan kupeluk lagi ayah sambil ku ucapkan “Terima kasih ayah, ayah adalah ayah terbaik untukku”.

Semalaman suntuk, ku genggam smartphone itu. Aku buka semua aplikasi yang ada di dalamnnya, rasanya masih belum percaya jika kini aku bisa memiliki benda ini, ku lihat ayah begitu bahagia melihat aku bahagia. Pagi hari pun tiba, aku melihat ayah masih menggunakan pakaian yang semalam dia kenakan, rupanya ayah belum mandi dan belum bersiap-siap untuk mengayuh becaknya. Di sudut lain kulihat  ibuku di dapur tengah sibuk menyiapkan sarapan sebelum dia berangkat berkerja. Aku dekati ayah yang sedang terdiam di meja makan “Ayah kok belum siap-siap berangkat? Apa ayah sakit?” tanyaku. “Ayah sehat nak, ayah sedang ingin di rumah saja hari ini, menemani kamu belajar” jawab ayah.

Lalu tiba-tiba ibu menyuruhku untuk membantunya mengambil kayu bakar di belakang rumah, sampai di belakang aku terkejut karena becak ayah tidak ada di tempatnya dan aku berteriak dengan spontan. “Maling ada maling ayah ibu ada maling” lalu ayah dan ibu bergegas menyusulku di belakang, “Ada apa Nengsih?” Tanya ayah dan ibuku, “Becak ayah ada yang mencuri, lihat tidak ada disana.”Lalu ayah menjelaskan bahwa becaknya dia jual untuk membeli smartphone, sebegitunya ayah ingin aku bisa belajar. “Lalu jika tidak ada becak bagaimana ayah mencari uang?” tanyaku, “Ayah masih punya tangan dan kaki yang sehat untuk bekerja, ayah akan mulai mencari pekerjaan besok, do’akan ayah ya”.

Ayah adalah pahlawanku, ayah adalah sosok laki-laki yang bertanggung jawab. Ayah selalu mementingkan kebutuhan keluarganya. Begitu juga dengan ibu, ibu sosok wanita yang luar biasa. Tidak akan kusia-siakan perjuangan dan pengorban ayah dan ibu, aku akan belajar dengan bersungguh-sungguh dan mewujudkan harapannya.

(Visited 18 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan