Perjuangkan atau Ikhlaskan?
Mutiara Anindita adalah seorang anak kelas 9 yang sekarang sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan diri untuk menghadapi Ujian Sekolah yang beberapa bulan lagi akan dilaksanakan. Dia memang anak yang dikenal rajin belajar serta sangat pintar. Jika di kelas sedang ada waktu kosong dia jarang menggunakan waktu tersebut untuk bermain-main, dia sering menggunakan waktu kosong itu untuk membaca serta mempelajari materi-materi yang sekiranya belum terlalu dia pahami. Dia tidak hanya dikenal rajin serta pintar saja, tetapi dia juga dikenal sebagai anak yang sangat baik. Dia selalu memberikan bantuan untuk orang yang membutuhkan. Jika ada temannya yang kesulitan dalam mengerjakan tugas, biasanya dia akan mengajak temannya untuk mengerjakan tugas bersama. Dia akan dengan senantiasa membagi ilmunya kepada teman-teman nya, itulah alasan dia memiliki banyak teman, serta alasan kenapa dia disenangi semua orang.
Suatu hari semua anak-anak kelas 9 bergantian dipanggil ke ruang konseling. Mereka dipanggil ke ruang konseling bukan karena mereka melakukan kesalahan, tetapi mereka akan ditanyai tentang kemana nanti mereka akan melanjutkan sekolah mereka. Tiba saatnya bagian Mutia untuk masuk ke ruang Konseling. Disana ada guru konseling serta wali kelas nya yang akan menanyai Mutia. Muthia tidak kebingungan untuk melanjutkan sekolah kemana, karna dia sudah memiliki pilihan kemana dia akan lanjut sekolah dan dia pun sudah mempersiapkan diri serta yakin bahwa dia mampu untuk masuk ke sekolah favoritnya.
“Assalamualaikum bu, Mutia boleh langsung masuk? “ Tanya nya meminta izin sebelum masuk ke ruangan konseling tersebut.
“Waalaikumsalam, tentu Mutia silahkan masuk nak.” Jawab wali kelas Muthia mempersilakan Mutia masuk.
Karna sudah dipersilakan masuk, Muthia langsung masuk dan duduk dikursi didepan wali kelas serta guru konseling nya. Tidak lupa sebelum duduk Mutia juga bersalaman ke gurunya. Ya Mutia memang anak yang sangat sopan serta santun.
“Nah Mutia,jadi nanti kamu mau melanjutkan sekolah kemana?” Tanya wali kelas nya.
“Mutia mau lanjut sekolah SMA atau SMK?“ Kali ini guru konseling yang bertanya pada Mutia.
“Mutia mau lanjut sekolah ke SMA saja bu.” Jawab Mutia pada kedua gurunya.
“Kalo boleh tau, kenapa kamu pengen lanjut ke SMA? “ Tanya wali kelasnya lagi.
Mutia ingin bisa kuliah di Universitas Indonesia bu.“
“Memang cita-cita Mutia ingin menjadi apa?“
“Mutia ingin menjadi seorang dokter yang hebat Bu, itu alasan Mutia rajin sekali belajar.“ Jawab Mutia dengan semangat.
“Wah bagus cita-citamu itu, Ibu doakan semoga cita-cita kamu tercapai. Dan Ibu juga yakin kamu nanti bisa diterima di SMA yang kamu mau serta juga bisa di terima di Universitas yang kamu mau juga.“ Ucap wali kelas Mutia sambil tersenyum hangat.
“Ibu juga akan doakan kamu Mutia, tapi kamu juga harus semakin rajin belajarnya yaa. Jangan lupa juga ibadahnya ditingkatkan, banyak-banyak berdoa kepada Allah ya.” Timpal guru konselingnya.
“Baik Bu terimakasih, Mutia akan rajin belajar dan beribadah. Mutia akan terus berusaha untuk masa depan Mutia.”
“Ya sudah, pembicaraannya sampai disini saja. Sekarang Mutia boleh keluar. Eh iya ibu minta tolong untuk panggilkan anak selanjutnya ya Mut.”
“Oh iya Bu siap kalo gitu Mutia keluar. Assalamualaikum. “ Setelah mengucapkan salam dan bersalaman dengan Ibu guru, Mutia langsung keluar. Sebelum kembali ke kelas Mutia tak lupa mempersilakan temannya yang lain untuk masuk.
Beberapa minggu setelah pembicaraan di ruang konseling itu, kini sudah banyak sekolah-sekolah yang membuka pendaftaran siswa baru. Bahkan sudah banyak pamflet dari beberapa sekolah swasta yang ditempel di mading sekolah. Para wali kelas juga bahkan sudah menyuruh murid-muridnya untuk mempersiapkan persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa masuk ke sekolah yang akan mereka tuju.
“Mut, gimana kamu jadi sekolah di SMAN 1?” Tanya Via teman sebangku sekaligus sahabatnya Mutia.
“Hehe kayak nya sih jadi, soalnya aku percaya kok kalo nilai-nilai rapot ku bisa bikin aku ke terima di SMAN 1.”Jawab Mutia sambil tersenyum percaya diri.
“Ah iya juga sih, kamu gak perlu khawatir sama nilai kamu udah pasti keterima pokoknya. Karna semua anak kelas juga tau kalo Mutiara Anindita adalah murid terpintar di kelas kita.” Ucap Via membanggakan Mutia.
“Ah bisa aja kamu bikin aku senyum-senyum Vi.” Sambil memukul kecil lengan Via.
“Hahaa iya dong Via gitu loh. “
“Eh tapi kamu emang udah bilang sama orang tua kamu? “ Tanya Via lagi.
“Belum sih, tapi nanti pulang sekolah aku mau bilang kok sama ayah dan ibu, kebetulan ayah juga lagi dirumah sekarang. “
“Oh gitu yaa, semoga ayah sama ibu kamu juga setuju ya sama pilihan kamu. “
“Aminn.”
Pulang sekolah Mutia langsung pulang ke rumah. Dia sudah tak sabar ingin membicarakan tentang keputusannya untuk lanjut ke SMA dengan ayah dan ibunya. Setelah sampai dirumah dia langsung membuka sepatunya lalu menyimpannya di rak sepatu. Lalu dia masuk ke rumah dan tak lupa mengucapkan salam. Di dalam rumah ternyata ayah dan ibunya sedang duduk berdua sambil menonton TV. Lalu dia menghampiri ayah dan ibunya.
“Assalamualaikum ayah ibu, anakmu yang cantik ini sudah pulang.” Ucap Mutia sambil bersalam dengan dan ibunya.
“Waalaikumsalam anak cantik ayah dan ibu.” Jawab ayah dan ibu sambil tersenyum.”
“Mutia ganti baju dulu ya, nanti Mutia mau ngobrol sama ayah dan ibu.” Lalu Mutia pergi ke kamarnya untuk berganti baju.
Setelah selesai berganti baju Mutia langsung menghampiri ayah dan ibunya. Mutia langsung duduk ditengah-tengah orang tua nya. Dengan percaya diri dia langsung mengutarakan semua yang ingin dia bicarakan.
“Ayah, Ibu, Mutia mau bilang kalo nanti setelah lulus Mutia mau lanjut ke SMA. Terus Mutia juga nanti mau pilih jurusan IPA nanti. Mutia kan mau jadi dokter hehe. Bolehkan? “ Ucap Mutia sambil menatap wajah ayah dan ibunya dengan senyum penuh harap.
“Enggak, Ayah gak setuju sama pilihan kamu itu.” Jawab ayah dengan wajah datar.
“Loh kok gitu yah? Kenapa gak boleh?” Tanya Mutia sambil menatap ayah nya dengan penuh tanda tanya.
“Mending kamu masuk SMK aja. Kalo kamu masuk SMK nanti kamu bisa dengan mudah dapet pekerjaan.” Masih dengan wajah datar ayahnya menjawab.
“Ayah tapikan aku gak mau masuk SMK. Aku juga lebih menguasai teori dibandingkan praktek.”
“Ya kalo masalah itu kan kamu bisa belajar. Lagian kalo nanti kamu kuliah belum tentu kamu bisa langsung dapet pekerjaan. Terus sekolah kedokteran itu mahal Mutia.” Jawab ayahnya kali ini dengan wajah sedikit marah karna Mutia tidak mau mendengarkan ayahnya.
“Udah Nak, kamu ikutin aja kata ayah ya. Gimana pun juga ayah kamu gini juga karna ingin yang terbaik buat kamu.” Sambil mengelus kepala Mutia, ibunya berucap.
“Tapi kan bu, yang terbaik buat Mutia cuman Mutia yang tau. Mutia bilang sama ayah ibu tentang ini tuh karna Mutia mau dapet dukungan dari kalian.” Dengan penuh amarah Mutia berucap.
“Berani kamu berbicara seperti itu di depan orangtua kamu Mutiara? Pokoknya sekali Ayah bilang tidak tetap tidak.” Marah ayah Mutia.
“Mutia kecewa sama kalian.” Sambil menangis Mutia pergi ke kamarnya.
Sudah berhari-hari setelah pembicaraan Mutia dengan ayah dan ibunya itu, Mutia tidak mau berbicara dengan Ayah nya. Setelah pertengkaran itu sekarang Mutia dan ayahnya sedang perang dingin. Bahkan Mutia berbicara dengan ibunya pun seperlunya. Padahal Mutia jika sedang dirumah apalagi ada ayah, pasti akan menghabiskan waktu bersama dengan ayah dan ibunya. Namun sekarang Mutia sering menghabiskan waktu dikamar. Kegiatannya hanya belajar, membaca buku,dan kadang memainkan handphone nya untuk menghibur diri. Mutia saat ini hanya bisa banyak berdoa supaya ayahnya bisa berubah pikiran.
Karna Mutia tidak mau berdiam diri terus akhirnya dia mencoba berbicara lagi dengan ayahnya. Mutia bukan ingin mengikhlaskan pilihannya, tetapi Mutia ingin memperjuangkan pilihannya itu dengan terus meyakinkan ayahnya.
“Ayah Mutia mau berbicara dengan ayah.” Ucap nya pelan.
“Mau berbicara apa kamu?” Tanya ayah nya dengan datar.
“Sebelumnya Mutia mau minta maaf karna sempat marah-marah pada Ayah. Mutia tau bahwa perilaku Mutia ini sangat kekanak-kanakan.”
“Tetapi dengan ini bukan berarti Mutia mengikhlaskan keinginan Mutia. Mutia tetap ingin lanjut sekolah ke SMA.”
“Mutia berjanji jika Mutia dapat lulus dengan nilai yang sangat memuaskan serta mendapatkan nilai tertinggi mengalahkan teman-teman seangkatan, Mutia ingin ayah menyetujui keputusan Mutia untuk masuk SMA.”
“Tapi jika Mutia tidak dapat nilai tertinggi, Mutia akan ikuti semua keinginan ayah.” Dengan penuh kesungguhan Mutia berbicara.
“Baik, Ayah pegang janji kamu Mutia.” Masih dengan wajah datar ayahnya menjawab.
“Terimakasih ayah, ayah bisa pegang janji Mutia.” Dengan hati yang sedikit lega Mutia pergi ke kamarnya lagi.
Setelah perjanjian dengan ayahnya itu Mutia semakin rajin belajar serta beribadah. Tak lupa juga dia menjaga kesehatan tubuhnya. Sekarang rasa-rasanya beban yang awalnya terasa berat sedikit terasa ringan setelah perjanjian itu.
Waktu yang ditunggu-tunggu Mutia akhirnya tiba. Waktu pelaksanaan ujian sekolah. Karna usaha serta doanya Mutia dapat mengerjakan semua soal ujian dengan sangat baik tanpa ada hambatan.
Tiba waktunya hari dimana Mutia akan mengetahui apakah keinginannya akan tercapai atau malah sebaliknya keinginan itu harus dia ikhlaskan.
Alhamdulillah, ternyata Allah melihat dan mendengarkan semua usaha dan doanya. Mutia berhasil lulus dengan mendapatkan nilai tertinggi. Mutia dengan perasaan yang sangat bahagia langsung pulang ke rumah.
“Ayah Mutia berhasil mendapatkan nilai tertinggi. Berarti ayah bakal izinin Mutia untuk lanjut ke SMA kan?” Ucap Mutia penuh harap
“Baiklah ayah ijinkan kamu untuk menggapai semua keinginan kamu,maaf ya ayah sempat ingin menghambat keinginan kamu. Padahal seharusnya ayah tau bahwa yang terbaik untuk ayah belum tentu yang terbaik buat kamu.” Ucap ayah sambil memeluk Mutia.
“Ahh terimakasih Ayah, Mutia janji Mutia tidak akan mengecewakan ayah dan bunda. Sekali lagi terimakasih karerna sudah melihat perjuangan Mutia.”