RAIVALLA YURI S.E PRATIWI_PANDEMI BISA MERUBAH_SMPN 1 SAGALAHERANG

FOTO-RAI.jpeg

Pandemi Bisa Merubah

Rabu, tanggal 17 Mei 2017

Kejadian malam ini tidak penah sekalipun ada di bayangan pria berusia 40 tahun itu, bayangan dimana ia harus terburu – buru membawa sang Istri menuju rumah sakit.

Istrinya mengalami kecelakaan tabrak lari, saat kejadian Pak Dafa tidak ada di tempat, karena saat itu dia sedang menjemput anaknya dari sekolah dasar. Sang Istri tertabrak motor saat ingin menyebrang, bukannya lantas menolong, penabrak malah kabur. Awalnya tidak ada luka di tubuh Istri Pak Dafa, terlihat baik – baik saja. Akan tetapi saat pulang kerumah, Pak Dafa mendapati ada darah yang mengalir dari kepala Istrinya, tak lama setelah itu, istrinya jatuh pingsan.

Dan disinilah sekarang, Pak Dafa terburu – buru membawa motor, mengarahkannya ke arah rumah sakit. Anak mereka dititipkan ke tetangga, karena tidak mungkin harus dibawa.

Entah terlalu buru – buru atau tak sadar, bukannya mengambil jalan yang ramai dan biasa ia lewati, Pak Dafa malah mengambil jalan sepi yang rawan begal.

Kesadaran akan kesalahannya baru datang saat Pak Dafa melihat 2 orang pria dengan tubuh kekar membawa senjata celurit, begal.

Selasa, 24 Maret 2020

Pandemi melanda seluruh dunia tahun ini, kerugian dialami hampir semua negara. Korban berjatuhan dimana mana.

“Kamu kesekolah ngapain emangnya Fan, bukannya lagi belajar di rumah ya?”

“Ngumpulin tugas pak, tenang aja ngumpulin tugasnya tetep sesuai protokol kesehatan kok, Bapak gak usah khawatir.’

“Yaudah deh, nanti Bapak jemputnya agak siangan ya, mau ke bengkel duu soalnya,nanti kalo pas kamu pulang Bapak masih belum datang, kamu tunggu aja di tempat biasa.”

“Sip, yaudah Fanva masuk dulu ya.”

Sepulang mengantar sang anak pergi ke sekolah, Pak Dafa menyempatkan diri untuk pergi menuju bengkel yang biasa ia datangi, untuk melakukan servis rutin.

“Servis rutin nih Pak Dafa?”

“Iya, jal, yang bener ya servisnya.”

“Siap Pak, tenang aja sama Ijal mah.”

Pak Dafa mengacungkan tangan, memberi jempol sebagai balasan. Setelah memakirkan motornya masuk kedalam bengkel, Pak Dafa lantas pergi ke warung yang memang disediakan untuk para pelanggan bengkel yang menunggu kendaraan mereka selesai ditangani.

Saat sedang bersantai Pak Dafa menangkap sosok yang familiar, sosok itu keluar dari dalam bengkel, dilihat dari badannya yang penuh noda oli, dan seragamnya, Pak Dafa bisa menyimpulkan orang itu sekarang bekerja di bengkel langganannya.

Sosok itu perlahan mendekat kearah Pak Dafa, sepertinya dia menuju warung, untuk beristirahat sejenak dari pekerjaannya seperti kebiasaan pegawai lainnya, mampir ke warung untuk sekedar memakan gorengan, lalu kembali bekerja. Butuh waktu beberapa lama agar Pak Dafa bisa mengingat siapa sosok yang familiar itu, tatto dan badannya yang kekar, masih sama seperti 3 tahun yang lalu.

“Udah tobat ya sekarang?” tanya Pak Dafa, sesaat setelah sosok itu duduk dan mengambil sepotong gorengan untuk ia makan.

“Maaf, tapi Bapak siapa ya?”

“Wajar kamu gak inget, kejadiannya udah 3 tahun yang lalu.”

“Hari Rabu, tanggal 17 Mei 2017, malem itu anginnya lumayan kenceng,” ucap Pak Dafa, dengan beberapa petunjuk itu, kelihatannya sosok yang sekarang sedang duduk di samping Pak Dafa terlihat mengingat sesuatu.

Malam itu, 3 tahun yang lalu, masih terasa jelas di ingatan Pak Dafa. Saat dimana ia salah memilih jalan, dan malah berakhir bertemu begal, bukan keselamatan dirinya yang waktu itu ia khawatirkan, tapi kondisi Istrinya. Pak Dafa cukup pintar untuk mengetahui keadaan Istrinya akan memburuk kalau tidak segera mendapat pertolongan ahli.

Kendati ingin melawan para begal itu, Pak Dafa tidak bisa. Selain karena terburu oleh waku, senjata di tangan para begal itu juga memperingatkan Pak Dafa agar tidak berbuat macam macam. Berpasrah, akhirnya Pak Dafa menyerahkan dompet serta jam tangannya, berharap setelah itu para begal mau melepaskannya.

Akan tetapi sifat serakah para begal itu tidak mengijinkan Pak Dafa untuk pergi begitu saja, setelah menerima dompet dan jam tangan dari korbannya, mereka meminta sepeda motor yang ditumpangi Pak Dafa. Tentu saja sebuah penolakan yang mereka terima, jarak yang harus ditempuh masih cukup jauh. Tidak mungkin Pak Dafa bisa sampai tepat waktu ke rumah sakit kalau harus berjalan kaki sambil menggendong Istrinya. Para begal itu tentu saja tidak menerima penolakan, mereka merebut paksa motor Pak Dafa, lalu pergi setelah memastikan Pak Dafa tidak berdaya. Sang Istri tidak mendapat pukulan dari para begal itu karena tubuhnya dilindungi oleh sang suami. Setelah para begal pergi, Pak Dafa hanya bisa berdoa, semoga ada kendaraan yang lewat yang mau mereka tumpangi untuk pergi ke rumah sakit.

Sosok yang sekarang berada di sampingnya itu, adalah salah satu dari dua orang begal yang menghadangnya malam itu.

“Iya Pak, sekarang saya udah tobat, temen saya yang waktu itu ikut jadi begal juga udah meninggal, kena hajar warga, waktu kejadian itu saya lagi di kampung, jadi saya selamat.”

“Keadaan lagi pandemi juga, selain karena saya udah tobat, kalo ngebegal pas lagi pandemi itu bahaya Pak, kalau nanti korbannya ternyata malah positif, nanti saya ikutan positif,” Lanjutnya.

“Syukurlah, ternyata pandemi juga ada manfaatnya, bisa bikin begal jadi tobat.”

“Oh iya Pak, waktu itu, Bapak bawa Istri kan ya kalo gak salah? Gimana kabarnya?” berbeda dengan badannya yang kekar dan gagah, suara yang keluar saat ia menanyakan hal itu terdengar ragu – ragu, penuh rasa takut, dan juga penyesalan.

“Tuhan lebih sayang sama Istri saya, beliau sudah tenang di sana,” ucap Pak Dafa, kedua matanya menerawang ke arah langit, terdapat kerinduan di matanya.

“Kamu gak perlu minta maaf, mungkin ini udah jalan takdir yang Tuhan siapkan untuk saya, Istri saya, dan kamu.”

“Tapi saya bersalah Pak, kalau aja seenggaknya saya lepasin bapak setelah nerima dompet sama jam tangannya, mungkin sekarang Bapak sekarang masih bisa berkumpul sama istri Bapak, kalau aja saya gak jadi begal, mungkin orang – orang yang saya begal termasuk bapak gak akan ngalamin kejadian yang sama,” ucapnya, suaranya terdengar kecil, terdengar penuh penyesalan.

“Udahlah, udah terjadi juga, sebenernya saya sempet marah besar si sama kamu, sampai–sampai saya udah ngerencanain buat balas dendam, tapi saya inget lagi perkataan mendiang Istri saya, ‘dendam gak akan nyelesain apapun’ kata dia.”

“Setelah itu saya sadar, percuma saya bales dendam, itu gak akan pernah bisa ngembaliin Istri saya, mau berapa kalipun saya bales dendam, gak akan bisa ngembaliin yang memang udah gak ada. Makanya saya mutusin buat maafin kamu, ngeikhlasin kepergian Istri saya, saya sempet mikir juga, pasti kamu punya alasan kenapa sampai harus jadi begal, gak ada yang mau dengan sukarela ngelakuin kejahatan, kecuali orang gila,” lanjut Pak Dafa.

Tebakan Pak Dafa benar, sosok yang sekarang sedang menunduk dalam, melihat ke arah tanah, dengan hikmat mendengarkan perkataan Pak Dafa itu tidak pernah ingin menjadi seorang Begal. Penyakit yang diderita anaknya 3 tahun lalu, terpaksa membuat ia harus melakukan tindakan krimininal. Setiap ia melancarkan aksinya, selalu ada perasaan bersalah dan berdosa di hatinya.

“Makanya, kalau kamu emang tetep ngerasa bersalah, kamu bayar dosa kamu dengan berbuat baik aja ke orang, sekarang lagi pandemi kan tuh, pasti banyak yang butuh bantuan, selain itu kamu juga harus berbuat baik ke diri kamu sendiri. Dengan cara, jangan biarin lagi diri kamu terjerumus.”

“Iya Pak, buat nebus dosa saya, saya sering bantu – bantu orang di Masjid, sama Panti asuhan.”

“Kamu dari kapan kerja disini? Kok gak pernah keliatan, padahal setiap bulan saya rutin kesini.”

“Saya baru kerja 3 minggu yang lalu Pak, wajar Bapak gak liat saya.”

Setelah berbincang beberapa saat, Pak Dafa memutuskan untuk segera mengambil motornya yang sudah selesai diservis, hari sudah beranjak siang selama ia mengobrol tadi, sudah waktunya ia menjemput sang anak pulang sekolah.

Ia yakin, Istrinya sekarang pasti bangga di atas sana, bangga atas tindakan Pak Dafa yang mau mengikhlaskan dan memaafkan.

(Visited 37 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan