Sore hari, di sebuah rumah sederhana pinggir kota.
‘Kasus positif covid-19 di Jakarta Kembali naik’
‘Kasus Virus Corona Indonesia per 18 April 2021, Positif Tembus 1,6 Juta, Meninggal 43.424’
‘Bertambah 4.585, Total Positif Covid-19 Jadi 1.604.348 Orang’
‘Kasus Harian Covid-19 di India Tembus 260.000 Kasus, Apa Penyebabnya?’
Hah, membosankan sekali bukan melihat tv, sosial media dan berita dimanapun hanya meliput corona atau covid-19. Aku cukup kesal dengan orang-orang yang masih mengabaikan protokol kesehatan. Apa mereka tidak tahu banyak orang yang berjuang untuk kesembuhan bumi yang sedang sakit ini? Mereka hanya tahu liburan saja, tanpa tahu pengorbanan dan perjuangan yang dilakukan para medis untuk virus jahat ini. Menyebalkan sekali.
Aku hanya melamun memegang remot tv tanpa berniat menonton tv yang sudah menyala menampilkan berita corona terkini. Ah, aku sangat lelah melihat berita dimanapun itu. Setelah lama melamun, aku memutuskan untuk ke kamar merebahkan diri di kasur kesayanganku. Lama-lama kantuk pun mulai datang menyerang, hingga aku pun tertidur lelap.
Kringg…kringgg…
Aku terbangun mendengar ponselku berbunyi. Siapa juga yang menelpon malam-malam seperti ini? Tertera tulisan ‘ibuku’ diponselku, yang berarti ibu yang menelpon. Aku pun segera mengangkatnya sebelum panggilannya terputus.
“assalamualaikum nak,” Ibu memulai percakapan dengan ucapan salam’
“waalaikumsalam Bu, ada apa Bu?”
“Tidak ada apa-apa nak, Ibu hanya menelponmu karena rindu. Apa kamu sudah makan nak?” Ibu bertanya, ia tidak tahu saja kalau anaknya ini sudah bercaka-kaca ingin menangis namun tetap ditahan.
“Aku sudah makan kok Bu. Bagaimana dengan ibu? Apa Ibu sudah makan?” Aku melontarkan pertanyaan yang tadi Ibu tanyakan padaku.
“Alhamdullilah nak, Ibu sudah makan. Maaf ya nak, Ibu belum bisa pulang menjengukmu. Besok Bi Ani akan ke rumah untuk beres-beres dan memasak, jangan lupa kamu kasih uangnya ya ke Bi Ani. Jangan lupa juga kamu makan dan belajar yang rajin ya nak, kerjakan juga tugasnya tepat waktu. Ibu tutup dulu teleponnya, bye sayang, Ibu sayang kamu.” Ibu memutuskan hubungan teleponnya secara sepihak. Aku hanya menatap ponselku yang sudah mati dengan tatapan sedih. “ Fio juga kangen sama ibu,” aku hanya tersenyum lirih. Hari semakin larut, aku pun tertidur kembali.
Keesokan harinya, matahari sudah keluar namun belum sepenuhnya, udara masih sangat segar saat pagi hari. Pagi yang cerah bukan? Ya pagi yang sangat cerah namun tidak dengan suasana hatiku hari ini. Entah mengapa hari ini suasana hatiku sangat buruk, hingga rasanya malas sekali untuk beraktivitas, namun aku tidak boleh bermalas-malasan seperti ini. Akupun bangkit dari kasurku untuk memulai beraktivitas di pagi yang cerah ini.
Beberapa saat kemudian, hari sudah semakin siang dan udara sejuk pagi tadi sudah berganti dengan udara yang sangat panas. Saat ini aku baru saja menyelesaikan kelas onlineku. Biasanya setelah kelas online, aku akan tidur kembali namun hari ini guruku memberi tugas yang membuatku mau tak mau harus menunda acara tidurku dan mengerjakan tugas. Sebenarnya perasaanku sedang tidak enak sejak tadi, namun aku mencoba berpikir positif agar bisa menenangkan diriku sendiri. Ketika sedang mengerjakan tugas, ponselku kembali bordering. Ibu kembali menelepon namun kali ini lewat videocall.
“Assalamualaikum nak,” aku bisa melihat wajah lelah Ibu ketika mengangkat telponnya.
“Waalaikumsalam Bu, apa Ibu baik-baik saja?” Aku sangat khawatir melihat wajah Ibu yang sangat pucat dan kantung mata yang menghitam karena kurang tidur.
“Ibu baik-baik saja nak, jangan khawatir. Bagaimana kabarmu nak? Kamu selalu mengikuti protokol kesehatan kan nak?” Saat dirinya tidak baik-baik saja Ibu masih saja menyuruhku untuk tidak khawatir dan malah mengkhawatirkan aku.
“Aku baik-baik saja Bu, tentu saja aku selalu mengikuti protokol kesehatan Bu.”
“Syukurlah nak, Ibu dan Ayah juga baik-baik saja. Jaga dirimu ya nak, Ibu masih sibuk!” Tanpa pamit Ibu langsung mematikan sambungan teleponnya. Hah,jujur saja aku sangat merindukan momen keluarga dulu sebelum covid menyerang. Aku juga merindukan sekolah dan teman-temanku. Banyak sekali rencana yang ingin aku lakukan tapi semua itu gagal karena pandemi covid-19 ini. Dari acara liburan bersama keluargaku sampai acara liburan bersama sahabat terdekatku. Bahkan besok adalah hari ulang tahunku yang sudah kurencanakan agar dirayakan bersama keluarga dan sahabatku. Tapi sepertinya itu tidak akan terjadi terlihat dari kondisi saat ini yang sedang tidak kondusif akibat covid-19. Kuharap pandemi ini segera berakhir agar semua orang bisa melanjutkan aktivitasnya kembali seperti semula. Setelah ibu menelpon aku pun memutuskan untuk tidur sebentar karena beberapa hari ini aku sering kali tidak bisa tidur akibat dari over thingkingku tentang masa depan dan keluargaku saat ini, pasti seluruh anak remaja sedang merasakannya.
Hari mulai sore, terlihat matahari sudah sedikit demi sedikit tenggelam. Aku terbangun sekitar pukul 04.25 sore, cukup sore untuk disebut tidur siang. Ketika bangun aku langsung pergi ke kamar mandi untuk mandi sore. Setelah mandi dan berpakaian ada sesuatu yang berbunyi namun itu bukanlah suara bell ataupun dering ponselku. Ternyata perutku berbunyi sebagai tanda lapar dan ingin segera diisi. Setelah perutku berbunyi aku bergegas menuju dapur, namun sebelum itu aku menyalakan tv karena aku tidak suka sunyi.
“Berikut update data covid-19 di seluruh dunia Senin ,19 April 2021. Diketahui menurut data dari worldometers.info, kini tercatat sudah ada 141.986.890 kasus covid-19 di seluruh dunia. Sekitar 120.674.853 antaranya telah sembuh sedangkan 3.032.202 lainnya meninggal dunia.”
Terdengar suara tv yang sedang menampilkan berita terkini tentang covid-19 yang semakin mengerikan. Aku hanya menghela napas mendengar berita terbaru tentang covid-19. Semakin banyak yang tertular artinya semakin lama juga ayah, ibu dan kakak pulang ke rumah untuk berkumpul bersama lagi. Hah, aku sangat merindukan mereka. Apa mereka tidur dengan baik? Apa mereka tidur dengan nyenyak? Memikirkan mereka membuatku sangat sedih, tanpa sadar air mata sudah turun dan aku pun memasak sambil menangis karena sudah tidak bisa ditahan lagi.
Setelah memasak, aku mulai menyantap makanan hasil masak sambil menangis tadi dengan lahap karena perutku sudah sangat ribut minta diberi makan. Terlihat jam menunjukan pukul 17.15 yang artinya pukul lima sore, setelah makan aku ingin pergi ke taman untuk menenangkan pikiranku yang sedang kacau. Jarak dari rumah ke taman cukup dekat, hanya dibutuhkan waktu 5 menit untuk sampai ke taman. Sesampainya di taman, aku duduk disalahsatu bangku di sana. Terlihat taman tampak sangat sepi, ah sebelum ke sini aku sudah memakai masker dan tidak lupa membawa hand sanitizer. Aku hanya terduduk sambil menikmati hembusan angin yang menerpa wajahku. Dulu ketika ada waktu aku sekeluarga sering sekali piknik kecil-kecilan di sini. Walau dekat dari rumah dan sederhana itu terasa sangat membahagiakan dan menyenangkan.
Cukup lama aku duduk di taman hingga akhirnya hari mulai malam membuatku mau tak mau harus pulang. Sesampainya di rumah aku langsung mencuci tangan dan menggati baju karena takut ada kuman yang menempel. Sekarang pukul dua belas malam dan aku belum juga tertidur, sekarang hari ulang tahun ke-15 yang harusnya aku mempunyai rencana di hari kelahiranku ini.
Ting…Suara pesan masuk di ponselku. Terlihat sebuah pesan dari ibuku yang baru saja kuterima
Selamat ulang tahun nak, semoga Panjang umur, sehat selalu, jadi anak yang pintar dan bisa membanggakan orang tua. Maaf di ulang tahunmu yang ke 15 ini tidak bisa kita rayakan bersama. Ibu menyayang mu.
Pesan yang tidak terlalu panjang namun bisa membuatku tersenyum. Setelah membalas pesan Ibu aku bisa tidur dengan nyenyak, dan berharap hari ini menjadi hari terbaik.
Aku terbangun sekitar pukul 11.00 siang, hari ini aku tidak ada kelas online yang membuatku bangun sangat siang. Hari ini moodku sedang bagus mungkin efek dari hari ulang tahun dan ucapan ulang tahun dari ibu semalam. Aku bangun dan langsung menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah mandi aku pergi melihat meja makan yang sudah terisi dengan beberapa makanan. “Mungkin tadi bibi sudah ke rumah dan memasak,” pikir ku. Aku pun memakan makanan yang ada di meja makan.
Ketika sedang asik makan, tiba-tiba ponselku berbunyi menandakan sebuah panggilan masuk, aku langsung mengangkatnya ketika tahu itu ibu.
“Hallo bu,” aku menyapa dengan suasana hati yang senang.
“Hallo, apa ini Fiona?” aku hanya mendengar balasan dari suara yang asing.
“Iya, ini Fiona. Ini siapa ya?” aku sangat penasaran hingga langsung bertanya.
“Ini teman Ibumu nak,” pantasan saja aku tidak mengenal suaranya.
“Oh, iya Bu ada apa ya?” tumben sekali teman ibu menelpon menggunakan ponsel ibu.
“Yang kuat ya nak,” aku bingung kenapa tiba-tiba dia bilang seperti itu
“Ibumu sudah gugur di medan perangnya nak, Ibu tahu kamu kuat jadi mohon untuk tidak panik dan tetap di rumah. Ibu hanya ingin memberi tahukan itu, ibu tutup dulu ya telepon nya,” sambungan pun tertutup.
Aku hanya diam, mencerna perkataan yang tadi. Ibu sudah tidak ada? Tidak mungkin, bahkan jam 12 malam tadi ibu mengucapkan selamat ulaang tahun untukku. Aku mulai menangis, tidak ada yang bisa aku salahkan di sini. Covid-19 mengubah segalanya, jangan sepelekan tenaga medis yang sedang bertarung di medan perang saat ini. Semua butuh pengorbanan dan ibu sudah mengorbankan dirinya untuk menyembuhkan pasien yang memang harus diselamatkan.