Langit abu sudah berganti dengan sinar sang surya, awan berjalan lambat menjauh dari tempat asalnya. Pemandangan hamparan rumput hijau basah yang terkena hujan yang kulihat dari balik jendela kamar kecilku. Aku masih ingat saat beberapa tahun lalu dengan pemandangan yang sama persis namun dengan keadaan yang berbeda. Ketika aku sedang belajar sepeda di luar sana. Namun sekarang berbeda, aku dipaksa harus mengurung diri di rumah karena keadaan, memang itu sulit namun lambat laun kurasa aku akan terbiasa dengan hal ini. Banyak memori yang kubuat di beberapa tahun yang lalu, mungkin aku tidak mengingat secara keseluruhannya tapi aku masih ingat sekali saat aku pertama kali belajar besepeda saat umurku sekitar dua atau tiga tahun. Aku memang suka sesuatu baru, aku juga cukup iri melihat kedua kakakku yang sering bermain sepeda bersama, sedangkan aku bermain sendiri di rumah. Aku merasa ingin bermain bersama kedua kakakku dan akupun bilang ke papahku untuk mengajariku bersepeda, awalnya papahku cukup terkejut dengan perkataanku itu tapi setelah aku memberi tahu alasan mengapa ingin belajar bersepeda, papahku langsung tak henti tertawa. Aku cukup bingung mengapa papahku tertawa, tapi akhirnya aku diperbolehkan untuk belajar bersepeda oleh papahku, walaupun pastinya aku tidak sendiri aku diajari oleh papah dan kedua kakakku. Awalnya memang cukup sulit, tapi aku harus mencobanya lagi karena aku sangat ingin bermain sepeda dengan kedua kakakku dan juga teman-temanku.
Awalnya aku sulit untuk mengayuh pedalnya karena aku selalu kebingungan, lalu papahku memberitahuku untuk mengayuhnya ke depan. Setelah itu aku masih memiliki kesulitan dalam mengerem sepedanya, karena jika aku ingin mengerem sepedanya otomatis aku akan menurunkan kakiku, namun aku diajarkan untuk mengerem dengan kedua tanganku.
Keesokan harinya aku memberanikan diriku untuk mencoba bersepeda di jalan depan rumahku, sudah pasti aku tidak sendiri aku masih ditemani papahku untuk jaga-jaga takutnya aku terjatuh. Ini adalah momen yang sangat menegangkan, aku harus mencoba bermain sepeda sendiri. Tapi dengan ambisi yang menggebu-gebu di dalam diriku, aku akhirnya berani untuk mencobanya. Aku mulai mengayuh sepedaku perlahan tapi pasti, aku percaya pada diriku sendiri bahwa aku bisa melakukan hal sekecil ini. Dan akhirnya aku bisa melajukan sepedaku dengan seimbang. Itu adalah memori yang paling bermakna menurutku. Karena pada saat itu aku harus melawan semua ketakutan di dalam diriku ini agar aku bisa bersepeda. Walaupun dengan dua roda bantu.
Belum selesai sampai di sana masih banyak kenangan indahku tentang sepeda, seperti saat aku mulai belajar bersepeda tanpa menggunakan roda bantu. Yang aku rasakan saat belajar bersepeda tanpa roda bantu itu jauh lebih susah dibandingkan dengan pertama kali belajar sepeda, mengapa? Karena aku harus lebih lihai untuk menjaga keseimbangan diriku sendiri. Jika bermain sepeda dengan roda bantu maka tumpuan sepeda akan ke roda bantu, tapi jika bermain sepeda tanpa roda bantu itu akan lebih sulit Karena tumpuan sepeda pada kedua roda sepeda itu sendiri. Untuk belajar sepeda tanpa roda bantu kali ini memang cukup lama karena dengan badanku yang cukup besar dan juga sepeda yang cukup kecil itu juga sangat mempengaruhi keseimbangan pada sepeda yang ku naiki. Papahku mengajariku lagi untuk bermain sepeda tanpa roda bantu kali ini, aku di ajak ke lapang dekat dengan kediaman kami, kebetulan pada saat itu lapang sedang sepi, tapi aku lihat rerumputan di lapang itu masih panjang.
Papah menyuruhku untuk terus mengayuh sepedanya dan papahku akan mendorong dari belakang. Percobaan pertama papahku tidak melepas sepedaku. Percobaan kedua papahku melepaskan tangannya dari sepeda dan alhasil aku terjatuh dari sepeda karena kurang keseimbangan. Apakah aku menyerah? Jawabanku adalah sudah pasti tidak! Karena aku yakin pada diriku aku akan lebih awal bisa mengendarai sepeda tanpa roda bantu di banding teman teman seusiaku. Percobaan ketiga papahku mencoba melepaskan tangannya dari sepedaku lagi, tapi sama seperti sebelumnya aku kehilangan keseimbanganku lagi, aku mencoba berkali-kali tapi apa yang kudapat? Aku jatuh di setiap percobaanku kali ini.
Sinar sang surya sudah tergantikan dengan sinar senja, langit perlahan meredup seperti menyuruhku untuk pulang ke rumah. Aku dan papahku kembali ke rumah, dengan rasa kecewa, aku merasa sangat kecewa karena aku pulang dengan tidak membawa hasil. Aku berpikir semua yang kulakukan tadi itu sia-sia. Tapi papahku tak lelah untuk mengajariku, ia terus menyemangatiku untuk belajar lagi bermain sepeda tanpa roda bantu. Esok harinya aku belum bisa berlatih sepeda lagi kerena aku harus bersekolah sampai sore hari, aku cukup kecewa karena aku belum bisa berlatih sepeda lagi hari ini tapi aku pastikan besok aku harus berlatih lagi karena aku ingin terlebih dahulu bisa bermain sepeda tanpa roda bantu dibandingkan dengan teman-teman sebayaku. Keesokan harinya sesuai dengan yang ku janjikan, aku kembali berlatih mengendarai sepeda tanpa roda bantu untuk kedua kalinya. Dan aku akan terus berusaha sampai aku bisa mengendarainya. Seperti biasanya aku diajak oleh papahku untuk pergi ke lapangan di sekitar kediamanku, namun bedanya dengan kemarin kali ini rumput di lapangan itu jauh lebih pendek dari biasanya. Dengan semangat di dalam diriku aku langsung mencoba untuk mengendarai sepedaku. Anehnya ketika aku mengayuh sepedaku itu rasanya lebih ringan dari sebelumnnya dan tanpa sadar aku sudah mengendarai sepeda tanpa roda bantuku sendiri. Aku pun merasa senang sekali ketika sudah bisa mengendarai sepeda tnpa roda bantu, dan aku senang bisa mengendarainya lebih dahulu dibandingkan dengan teman-temanku.
Kenangan itu juga sangat bermakna bagiku, aku mungkin tidak mengingat semua kejadiannya tapi itu akan terus teringat di dalam diriku. Masih banyak yang bisa ku ceritakan dari kenanganku dengan sepeda. Salah satu lagi yang palingku ingat adalah saat aku bermain sepeda sendiri. Ketika umurku menginjak 5 tahun aku sudah diperbolehkan untuk bermain sepeda sendiri, walaupun terkadang masih harus diawasi oleh orangtua. Sudah pernah suatu hari aku mengendarai sepeda di jalan depan rumahku, jalan di depan rumahku memang kecil oleh karenanya aku diperbolehkan untuk bermain sepeda sendiri. Aku senag sekali bermain sepeda di depan rumahku karena kebetulan saat itu juga jalan di depan rumahku sedang kosong. Aku memutari komplekku beberapa kali hingga kejadian yang mengejutkanpun terjadi, ini memang cukup lucu untuk diceritakan namun saat aku mengalami kejadian itu rasanya sangat ketakutan. Saat aku ingin membalikan arah sepedaku tidak ku sangka ternyata sepedaku masuk ke dalam lubang saluran air. Hal itu terjadi di sore hari ketika langit sudah mulai redup. Aku mulai gelisah karena sudah lebih dari satu jam sepedaku tak kunjung keluar dari saluran air. Ditambah dengan langit yang awalny berwarna orange terang sudah digantikan dengan gelapnya langit malam. Aku juga tidak mau meninggalkan sepedaku begitu saja, ketika papahku datang mencariku, akupun meminta tolong kepada papahku untuk mengeluarkan sepedaku dari dalam saluran air. Setelah sampai ke rumah akupun menjelaskan alasan mengapa aku tidak datang ke rumah sesuai waktu yang ditentukan. Ketika aku menjelaskan alasannya semua orang tertawa terbahak-bahak mereka menyangka aku lupa arah jalan pulang atau bahkan tersesat.
Memori itu juga sangat berkesan bagiku, itu adalah hari paling menegangkan yang pernah kualami. Mungkin masih banyak kenanganku dengan sepeda tapi saying sekali aku tidak mengingatnya, aku sangat ingin mengulang kenangan-kenangan indahku dahulu, namun sayangnya aku terpaksa mengurung diri di dalam rumah karena keadaa pademi seperti ini. Cukup dengan mengenang dan menceritakananya ku sudah bisa merasakan kembali masa-masa indah yang pernah kualami. Walau aku tidak bisa mengingat semuanya tapi setidaknya sepeda merah mudah kecilku bisa menjadi saksi bisu semua kenangan yang telah kucetak selama ini.