Gadis pemilik kedua netra selegam obsidian tersebut menghembuskan napas lesu karena sedari tadi tak ada satupun pembeli yang berkunjung ke toko roti milik sang bunda. Jalanan depan toko yang selalu ramai itu kini tampak tak seperti biasanya. Para pelanggan pun menjadi berkurang bahkan hilang satu per satu semenjak adanya pandemi covid-19.
Jejeran roti dengan bentuk dan rasa yang berbeda itu masih memenuhi etalase. Belum ada satupun roti yang terjual sejak tadi pagi.
Semenjak sekolah diadakan secara daring, kegiatan Pavlova setiap harinya selalu sama. Dia akan membantu bunda menjaga toko setelah kegiatan belajarnya selesai. Selain membantu bunda, Pavlova juga ingin menambah pengalaman dalam berjualan.
Pavlova menoleh dengan antusias ke arah pintu masuk toko. Di mana lonceng baru saja berbunyi, pertanda ada seseorang yang masuk. Mungkin saja itu pembeli.
Namun harapan Pavlova sirna saat melihat Verena, kakak sepupunya yang datang.
“Hai Kak Ver! Kenapa?” sapa Pavlova seraya tersenyum. “Ada yang bisa Lova bantu?”
Verena duduk di salah satu bangku yang menghadap Pavlova. “Harusnya aku yang bertanya begitu. Tante lagi ada ya masalah, Lov?” tanya Verena pada adik sepupunya itu.
“Uhh yaa begitulah,” desah Pavlova.
“Pantas saja tadi saat aku berkunjung ke rumah kalian Tante terlihat seperti sangat lesu. Dia sepertinya banyak pikiran.” Verena meraih tangan Pavlova lalu mengusap pelan tangan tersebut. Seolah memberi kekuatan.
“Yeah, aku jadi ikut pusing dengan masalah ini. Toko kami jadi semakin sepi. Tidak ada satu pun roti yang terjual.” Pavlova memijat pelilisnya. Ia jadi ikut banyak pikiran akhir-akhir ini.
“Kamu jangan khawatir, Lova. Aku pasti akan bantu kamu,” ucap Verena membuat kekhawatiran Pavlova sedikit berkurang.
“Sekarang kita harus cari solusi bagaimana membuat pelanggan kembali tertarik dengan menu di sini. Lalu kita juga harus pikirkan cara agar menghindari adanya kerumunan di sini.” Verena menopang dagunya dengan kedua tangan.
Pavlova tampak berpikir sejenak. Ia sedang merenung mencari solusi seperti yang dikatakan Verena. “Kalau kita jual rotinya lewat aplikasi online shop bagaimana Kak? Kita juga bisa promosi lewat media,” usul Pavlova dengan mata berbinar.
“Eh, ide bagus tuh! Dengan kecanggihan teknologi sekarang kita harus pinter-pinter manfaatinnya,” balas Verena yang menyetujui usulan dari adik sepupunya itu.
Pavlova kembali berkata, “Kak, kalau kita tambahin menu baru gimana? Kalau bisa sih yang aneh supaya pembeli lebih tertarik gitu.”
“Boleh juga tuh! Nanti kita cari referensi di google aja. Sekalian lihat resepnya,” kata Verena. “Nanti aku akan meminta bantuan mengedit dari temenku agar feeds di sosial media kita terlihat menarik.”
Pavlova tersenyum senang. “Terima kasih banyak loh Kak!”
“Eitt, tapi nanti aku harus diberi upah,” ucap Verena.
“Oke, nanti aku bilang ke Bunda deh kalau penghasilannya aku bagi dua sama Kakak,” balas Pavlova.
“Huh, bukan upah seperti itu yang aku maksud,” sela Verena.
Pavlova mengernyitkan sebelah alisnya. “Lalu? Yang seperti apa?”
“Biarkan aku mencicipi menu baru nanti. Bagaimana?” tanya Verena pada adik sepupunya itu.
“Ya tentu saja kalau itu!” seru Pavlova. “Kak Verena sudah membantu banyak, aku sangat berterima kasih!” Pavlova bersyukur kakak sepupunya itu datang menolong.
“Tidak masalah, lagi pula kita ini keluarga lho.” Verena memeluk Pavlova.
“Uh ya! Kalau begitu kita tutup saja dulu toko ini. Kita diskusikan di rumah saja,” saran Verena. “Lagi pula jika melihat keadaan saat ini, sangat sedikit peluang untuk mendatangkan pembeli.”
Pavlova mengangguk. “Tunggu sebentar Kak, aku membereskan roti-roti ini dulu.” Pavlova menunjuk ke etalase yang terisi penuh dengan berbagai macam roti.
“Roti itu mau dibuat apa?” tanya Verena saat melihat Pavlova memasukkan berbagai roti ke dalam totebag yang ada di tangannya.
“Sebagian akan aku bawa ke rumah. Sementara sisanya akan aku bagikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Kak Veren tidak keberatan kan jika mengantar aku ke tepi jalan sebentar?” Pavlova menghampiri Verena dengan dua totebag di tangannya.
“Tentu saja tidak. Kalau begitu ayo kita pergi!” seru Verena dengan bersemangat.
*
Setelah membagikan beberapa roti pada orang-orang yang membutuhkan, Pavlova dan Verena kini berada di rumah Pavlova. Mereka tengah mencari menu baru yang kira-kira menarik perhatian pelanggan.
“Em, kok susah sekali yaa mencari menu yang pas. Aku kira akan sangat mudah.” Pavlova mulai capek. Semantara Verena daritadi sibuk menatap layar laptop.
Verena mengalihkan pandangannya dari layar laptop sejenak lalu berkata, “Aku pun bingung. Daritadi tidak ada menu yang membuat kita tertarik.”
“Aku bingung sekali,” ucap Pavlova dengan nada yang terdengar lesu.
“Arti nama kamu apa sih Lov?” tanya Verena. Dia tiba-tiba teringat untuk menanyakan hal ini. Sebenarnya sudah dari lama Verena ingin bertanya karena menurutnya nama Pavlova itu asing sekali dan sedikit aneh untuk didengar. Hanya saja Verena orangnya pelupa. Di saat dia sedang melamun maka dia akan ingat semuanya.
“Seingatku dari yang Bunda katakan katanya sih itu makanan penutup yang berasal dari…” Pavlova menggantungkan ucapannya. “Duh, aku lupa berasal dari mana.”
Verena menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah sang adik sepupu yang sama pelupanya seperti dia. Lalu Verena mengetikkan nama Pavlova di kolom pencarian.
“Ketemu!” seru Verena membuat Pavlova ikut menatap layar laptop.
Di sana tertera penjelasan tentang Pavlova. Ternyata Pavlova adalah makanan penutup berbahan dasar meringue yang dinamai oleh balerina Rusia bernama Anna Pavlova. Hidangan ini memiliki kerak yang renyah dan lembut, biasanya diatapi dengan buah dan krim kocok.
“Mungkin Bunda dulunya penyuka Pavlova,” gumam Pavlova membuat Verena terpikirkan sesuatu.
“Bagaimana jika menu barunya itu Pavlova saja?” usul Verena.
Dan Pavlova pun menyetujuinya.
*
Pavlova dan Verena menatap sebuah hidangan berbentuk melingkar yang terletak di atas meja yang berada di toko roti. Ya, mereka baru saja selesai membuat hidangan Pavlova dengan menggunakan resep yang ada di googgle. Mereka memasak di dapur yang ada di toko roti. Mereka memutuskan untuk merahasiakannya dari bunda Pavlova. Sebenarnya baik Pavlova maupun Verena ragu bagaimana rasanya.
Mereka hanya takut jika Pavlova buatan mereka rasanya tidak enak…
“Uhh, aku jadi ragu. Entah ini akan berhasil atau tidak…” Pavlova menatap ke atah Verena.
“Yaa aku pun sama. Aku belum pernah merasakan makanan yang namanya Pavlova ini,” sahut Verena.
“Lalu bagaimana kita bisa mengetahui apakah ini berhasil atau tidak?” tanya Pavlova.
“Tanya Tante saja. Dia mungkin pernah mencicipi hidangan ini,” jawab Verena. “Lagi pula Tante kan jagonya memasak.”
Lalu Pavlova dan Verena pun menghampiri Bunda yang berada di rumah Pavlova dan menceritakan semuanya tentang ide mereka dan menu baru yang bernama Pavlova ini.
Bunda menitikkan air matanya saking terharu. “Ya ampun, kalian baik sekali mau menolong Bunda.”
“Tidak apa-apa Tante. Lagi pula ini menyenangkan karena aku bisa menambah pengalaman,” ujar Verena seraya tersenyum.
“Betul Bunda! Ayo sekarang coba cicipi Pavlova buatan kami. Beritahu kami bagaimana rasanya.” Pavlova ikut bersuara.
Lalu Bunda pun mencicipi hidangan Pavlova yang dibuat oleh Pavlova dan Verena. Bunda terdiam sejenak membuat Pavlova dan Verena menatapnya takut-takut.
Sampai beberapa saat berlalu akhirnya Bunda berkata, “Ini cukup enak! Kalian pantas diacungi jempol!”
“Yeayy! Kalau begitu kita tinggal menjual dan mempromosikannya lewat aplikasi sosial media!” seru Pavlova kegirangan.
Akhirnya toko roti mereka kembali laris dan hidangan Pavlova menjadi menu favorit para pelanggan. Bahkan banyak yang memesan lewat aplikasi online shop membuat mereka hampir kewalahan dengan pesanan yang sangat banyak itu.
Begitulah akhir dari kisah Pavlova yang manis…