VIRUS CORONA Semua orang kau ingin rasuki Tanpa basa-basi Muda, tua kau habisi Tapi kami takkan henti bentengi diri Kuatkan diri Jaga jarak diri Masker selalu tutupi diri Aktivitas diri dibatasi Cuci tangan sendiri Corona enggan dekati Pribadi yang menyayangi

JAWARA Satu kata yang bermakna Merubah semuanya Melekat sangat erat Subang JAWARA Ya… JAWARA Jaya, Istimewa, Sejahtera Sebuah hapan besar Dalam satu kata Semoga terwujud Tetap jaya Subangku Selalu Istimewa Subangku Sejahtera semua warga Subangku

PELANGI Hujan tiada henti Alam pun bernyanyi Tiap tetesan berarti Basahi bumi Sang surya pancarkan diri Kala hujan terhenti Bayangan kian menapaki Sang Pelangi wujudkan diri Warnamu indah menghiasi Alam ini kian berseri Oh…pelangi Ciptakan keindahan alam ini Walau dalam

AYAH Ayah… Kau makhluk ciptaan Tuhan Yang ku idolakan Dan ku banggakan Sayangmu tak pernah terucap Namun tepukan di pundakku Mengisyaratkan bangga padaku Ayah Kau selalu kurindukan Setiap malam selalu terbayangkan Berharap tuk dipertemukan Namun hanya doa yang bisa kupanjatkan

TERTEKAN Ku buka mataku di pagi yang indah walaupun sedang pandemi. Di kamarku yang berwarna polos, aku segera menuju kamar mandi untuk menyikat gigi, cuci muka dan tidak mandi. Dunia tahu bahwa aku malas mandi. Ibuku selalu sibuk dengan pekerjaannya.

TANPA MAHKOTA Tanpa mahkota di kepalamu Tak juga medali dikalungkan dilehermu Tak tertandingi Jasa dan pengorbananmu Kau ciptakan makhluk berprestasi Kau jadikan manusia berkreasi Kau penyelamat Dunia nan akhirat Sungguh kau panutan Tauladan masa depan Tanpamu apalah kami Karenamu jadilah

ZYVA AQEELA ZULAYKA_ MELEPAS RINDU_MTsN 2 SUBANG Rindu… Rinduku padamu, terbelenggu Menahan diri tuk bertemu Meski tak tau kapan waktu Hanya doa kusampaikan Setiap malam kupanjatkan Lekas diberi Kesehatan Ibu itu yang kuinginkan Semoga pandemi segera berlalu Tuk lekas memelukmu

MENGUBAH DUNIA Corona … Kau telah mengubah dunia Kau berlaga seorang raja Disegani oleh semua Kau ingin jadikan kami kawan Hidup ingin berdampingan Tapi…sakit kurasakan Panas, sesak nafas tak tertahankan Berbagai cara kulakukan Tuk bisa lepas darimu Ku tak ingin

RINTIK MELODI Hujan jatuh Bersama Dingin menusuk air mata Kenangan melintas Awan mendung cekam Hujan cipta melodi Kerinduan hati Sekolah kunanti Bersama hujan bernyanyi Virtual tak menyakini Kebahagiaan hati Rintik melodi Penuhi ruang hati

SUBANG PERMAI Sawah hijau terbentang luas Pohon rindang berbuai bebas Sisingaan budaya khas Oleh-oleh khas buah nanas Subang engkau amat permai Pesona takjubkan kalbu Tanah kelahiran tercinta Tempat tempuh suka duka Tak terasa tahun bertambah Terus tambahkan kepermaiannya Tambahkan bangga

PENYELAMAT JIWA Kala gulita timbul titik menyala Kala covid tengah merajalela Kau hadir hilangkan duka Berupaya tangkiskan lara Gegas Langkah sigap mengatasi Virus mengendap pada ibu pertiwi Berupaya semaksimal mungkin Tolong berjuta-juta nyawa Atasi virus kecil tapi taruhkan nyawa Kau

TANGGUH Rembah rembih tetes keringatmu Panas hujan tak kenal waktu Buang gengsi juga malu Demi nafkahi keluarga Ayah, ragamu Tangguh Raga Lelah tetap bersikukuh Tatkala pandemi kian menyerbu Tiada gentar langkan kakimu Ayah, pahlawan hidupku

MENUJU TUJUAN Bangun pagi lekas mandi Bergegas pergi untuk mencari Cari ilmu pengetahuan pasti Menuju sekolah pagi sekali Pakai masker pasti Pamit pergi lalu sandang tas Menapaki jalan dengan lekas Takut terlambat lekas bergegas Suasana kalbu riang gembira Bertemu teman-teman

AYAT SUCI Bersuci tuk menggenggam Membaca batin tentram Memahami seakan melayang Butiran air mata berjatuhan Termenung mengarifi Temu dalam takrif Wahyu dari Ilahi Al-Qur’an penyejuk hati Insan manusia meyakini Al-Qur’an pedoman diri Menyelami alam ini Untuk syurga yang dinanti

MARHABAN YA RAMADAN Bulan berganti Tahun Jalan terjal terlampaui Menyambut bulan dinanti Marhaban ya Ramadan Puasa dijalani tiga puluh hari Panas terik terlewati Dosa-dosa terampuni Menjalani puasa kini Kini terasa sunyi Dibalik masa pandemi Puasa tak lantas henti Dijalani dengan

PANAS Berat tumpu dalam hidup Terik menyengat kulit Tak bisa bertahan Panasnya sang Mentari Jalan gersang terjal Retak tak beraturan Bumi menggeliat Tak tahan panas alam Panas alam tak bisa ditahan Panas badan karena corona Kita bisa tahan dan lawan

BUANA SUBANG Bentang pari Riam jatuh pemberani Dipimpin anacala tinggi Samudra dimensi Beribu persemayaman Perihal buana Subang Ampai terangan-angan Umpama surga bentala Bersyukur atas ketentuan Hadir dipura Subang Limpah peradaban Buana kepermaian

WAKTU Berputar dengan irama Berharga seakan kencana Berhenti pada saatnya Pakai dengan bijaksana Bagai irama lagu Berdetak syahdu Tuhan beri waktu Tuk raih ilmu Waktu berhenti Pulang sudah kita Buat kebaikan Sampai tangkup dunia

BELAJAR ARTI KEHIDUPAN Dengan bismillah Kulangkahkan kaki penuh lillah Menuju madrasah Tuk mencari amaliah Nahwu shorof yang diajarkan Dengan kitab penuh kegundulan Setiap malam penuh hafalan Berusaha tuk kuat ingatan Di tempat ini Belajar arti kehidupan Berusaha untuk masa depan

DIMENSI HATI Subang asri Penuh atas histori Ancala tinggi Bagai dimensi hati Nafas kian sadar Kabut telah lalu Hamparan alam Lupa akan kerinduan Pernah kabut tertutupi Histori dimensi hati Tunjuk cinta pencipta Alam subang memesona

MENDIDIK MANDIRI Berkumpul keasingan Disatukan oleh tujuan Mengerti masing-masing Atas mimpi berjuang Menimba ilmu walau lelah Beriring seakan lalu Mendidik mandiri Pondok rumah batin Jauh keluarga Berjuang Bersama Awal tak mengenal Akhir tersimpan angan Pondok saksi perjuangan

AYUNAN RINDU Berlinang bijih benih Ramadan keheningan Jauh mengembara Dalam virtual menyapa Kembali lagi Keheningan selimuti diri Perjuangan bermakna Keluarga temu lusa Bertahan mesti tak sanggup Corona belum berlalu Terasa ayunan rindu Moga raya bertemu

KEHENDAK SANG ILAHI Termenung terbata Tak mampu berkata Semua terjadi Tak bisa dipungkiri Takdir itu hadir Ciptakan misteri Tak bisa lari Hanya kehendak sang Ilahi Semua dibungkam Harus diam Semua dijauhi Agar tetap ditaati Silaturahmi tak lagi dinikmati Pergaulan tak

SANG PEJUANG Lahirmu telah tersurat takdir Tuk jadi pahlawan pejuang Kau mulya, sungguh sangat mulia Biarpun kau masih belia Semangat juangmu tak terhingga Tegaskan obsesi ingin merdeka Walaupun jiwa raga terluka Tetap berjuang tuk merdeka Kau mulia, sungguh mulia Tumpahkan

PERTIWI Rintih jeritmu mampu kudengar Air mata rintihmu berterjunan Lara menerjang tanpa ampunan Virus menyerbu berlarian Engkau kuat ibu pertiwi Tatkala tengah merintih melara Dirimu masih sorotkan pesona Terbit terbenamkaan baskara Tampilkan biru indah bumantara Luas tak terhingga Dihiasi kehadiran

FAJAR Hawa sejuk menusuk sukma Lantunkan tasbih telah bergema Tatkala tidur nyenyak Segerombolan orang berteriak Sahur, sahur ! ayo kita sahur Mata terpejam lekas mulai terbuka Sadar akan fajar ini sahur pertama Kalbu pun berbunga-bunga Lekas beranjak lihat suasana Bulan

CINTA YANG TERTUKAR Husain adalah anak yang aktif dalam menjelajah alam. Rumah Husain dekat dengan Gunung Tangkuban Perahu. Keindahannya, membuat Husain terpukau melihatnya. Dia enggan meninggalkan desa tercintanya. Subang, Jawa Barat kota kelahiran Husain. Ibu menyuruh Husain untuk mencari ilmu

TETAP SEMANGAT Gemerlap langit malam Tak seindah langit sore Tumpuan seribu harap Takkan lekang oleh waktu Waktu kan menjawab Secerca ilmu yang didapat Tetap semangat Dalam kondisi darurat Belajar kian singkat Tak surut dalam berbuat Kuatkan tekad Demi Pendidikan hebat

DUNIA MENCEKAM Tak terlintas dalam benak Angin berlalu berarah Semua begitu terasa Semua begitu tenang Kala pagi berganti malam Semua telah berubah Ada apa dengan alam ini? Menggigil, sesak, panas Dunia begitu mencekam Lara dimakan bara Corona merajarela Bangkit dan

TOMBAK KEILMUAN Tempuh petaka tuk pikulan Walau penat tetap mengegah Darah alir tetap berperang Tuk Pendidikan cerah Guru … Rembulan tengah malam Tirta harapan Tombak keilmuan Pahlawan tanpa tanda jasa Untuk bangsa pintar Keluar tuk menatar Tak acuh pada perang

TAHAJUD Terjaga dalam tidur Terlintas dalam waktu Memohon sela tahajud Biar takut terus bersujud Atas alas bersimpuh Pejam seakan bicara Suku malam Panah pitar tepat Mengadu segala kesah Kerapuhan semesta Corona merajarela Moga sirna dari butala Keteguhan hati Butala jadi

DENAI RINDU Tiap denai tersirat makna Teringat tiap detik cerita Nostalgia suka duka Bersama teman insan tercinta Kini … Suah lama tak berpumpun Kumpul serempak di alun-alun Bercerita sambil rehat minum Rehat telah belajar seharian penuh Melepas penat yang masih

MELEPAS SEMU Hayat bagai beku Lekas sadarku pada-Mu Bagai patut dalam qalbu Solat 5 waktuku selalu Dini beku melebur Dini tamat terbit Seribu budi takkan gugur Hingga berakhir bangkit Tatkala melepas semu Beku kian lebur Kan selamanya bertemu Sujudku pada-Mu

BAKTIKU UNTUKMU Hendak yakin bertahan Disuatu kota, yaitu Subang Kendati berjiwa tunggal Namun diri tak menyesal Oh… kini kukenal Subang Kota nan indah dan priang Subangku sejukkan qalbu Dalam meniti pendidikanku Waktu kian berlalu Tak ingin beranjak dahulu Subangku tempat

MENATAP PENUH PILU Asa memiliki semu Semua tak bertemu Akan rinduku padamu Oh… sekolahku Ku rindu tak menentu Guru, teman-temanku Dalam menuntut ilmu Sekolahku Pandemi segera berlalu Menatap penuh pilu Semangat kian menggebu Tatap muka ditunggu-tunggu

RAHASIA Aku duduk di sebuah kursi kokoh. Di dalam kamar yang bercat polos dengan gambar Abstrak di temboknya. Tak lupa, aku nyalakan AC kamarku karena Subang sangat panas bagiku. Oh Subangku, waktunya aku menceritakan rahasiaku. Hari-hariku berjalan begitu cepat, sekarang

KAMPUNGKU CIATERKU Dilereng bukit Nampak indah Seungguk kampung Dikelilingi hamparan tanaman teh Hijau … segar … Menyejukkan kalbu Kupandangi Jalan yang berliku Nampak elok Tak lepas mata memandang Oh kampungku … Tak ingin beranjak Bila kaki sudah berpijak Terpukau pesonamu

POTRET SENJA Sorot jingga baskara Sekilas menyorot mata Buat anggapan pesona Kalbupun berbunga-bunga Tatkala jinggamu bising reda Sinyal malam kan tiba Bergegas memotret senja Agar tak kelepasan penomena Indahnya potret senja Pesona elok bukit pasir jaka

JENDELA ILMU Tempatku menuai ilmu Melampan beraneka hal baru Penabur kaya akan bumbu Pemberitahu agar tak buntu Engkau jendela kubangga Sorot kebanggaan pelita Jembatan masa depan Jendela pelita kebanggan Tanpamu, diriku bimbang Tak tahu petunjuk pulang Kehilangan sosok penerang Penerang

KEADAAN Berkerlip lampu angkasa Pilu akan dunia Buat Mentari termenung Buat butala jauh Tak tampak catuk Mendunia virus corona Bagai polusi Menyelimuti bumi Jaga lahir kita Bernaung dibalik Mentari Ancaman interaksi Pandemi corona

MELAMPAS BEBAS Tinggi memisah antarariksa Senyum elok namun seram Gairah para pelajar Melampas bebas kusebrangi Mata bagai elang Surai sungai jenjang Memesona jaga semesta Pintar nan bijaksana Mekar kesahajaan Punya jiwa pencipta Lahir di mahligai Subang Tengah kebesaran duaja

CARI ILMU Alam Samudra Berlepas ke ancala Buat Mentari gelisah Buat bulan merenung Cari ilmu … Kendati prahara terkam Walaupun badai menerjang Semangat berlaga tak silam Kantuk derita terbiasa Beku menetak raga Kan jadi histori nafsi Kala ilmu tergapai

BAIT PUISI Jangan rubah bait puisi Menjadi rumus fisika Jangan rubah bait puisi Menjadi ilmu al-jabar Apalagi kajian geografi menjadi kimia Dikala dunia pendidikan teraniaya Dihalang pandemi seketika Guru dan anak didik tidak saling bertatap muka

  • 1
  • 2