Anatha si Ojek Online_Nurul Fitriani9G SMPN 1 Cibogo

WhatsApp-Image-2021-04-04-at-20.55.45-2.jpeg

 

Gemericik ar hujan terdengar begitu jelas ketika malam tiba. Suara ketukan sepatu terdengar begitu menggema di seluruh penjuru rumah yang tidak ada penghuninya. Tangannya terulur menyalakan sakelar lampu dan membuat ruangan di rumah itu nampak terang. Sebuah jaket hitam polos dilemparkannya begitu saja keatas sofa. Ia membaringkan tubuhnya di sofa dengan mata yang terpejam.

“Huh!”

Seorang lelaki muda dengan kaos oblongnya terlihat sangat kelelahan sehabis pulang kerja. Berkali-kali ia menghela nafas berat. Seluruh badannya terasa panas karena seharian ini ia bekerja dibawah terik matahari yang begitu menyengat.

“Sebaiknya aku mandi dulu,” gumamnya pelan lantas pergi kebelakang untuk membersihkan badannya. Lima belas menit berlalu, dirinya telah kembali dari kamar mandi dengan handuk diatas pundaknya. Tangannya mengacak-acak rambutnya yang masih basah itu. Ia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 20.30 WIB. Hampir larut malam.

Laki-laki yang bernama Anantha itu membuka tudung saji dan berharap tersedia makanan disana. Namun naas, nasi pun tidak ada. Ia duduk di kursi dan menopang dagunya. Menatap lurus kedepan memikirkan ia akan makan apa malam ini. Tangannya merogoh ponsel disaku celananya dan memesan satu porsi nasi goreng. Anantha bangkit dan pergi ke dapur untuk memasak air agar ia bisa membuat kopi. Beberapa menit ia menunggu, kopi tersebut telah selesai dibuat Anantha. Kakinya melangkah menuju ruang tamu dan menunggu pesanannya datang. Dan tak lama seorang mengetuk pintu rumahnya. Nasi goreng pesannya sudah sampai. Anantha menutup pintunya rapat-rapat.

Ia mengambil piring serta sendok dan segera menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri. Anantha memakannya dengan sangat lahap, karena seharian ini ia belum makan sama sekali. Ditambah ia hanya tinggal sebatang kara dan hal itu yang membuat dirinya tidak ada yang memperhatikan. Anantha bekerja sebagai tukang ojek online untuk kehidupannya. Ia berharap jika pangkat kerjanya naik ketingkat yang lebih tinggi. Namun pekerjaannya yang sekarang pun tak masalah bagi Anantha.

Setelah makannya selesai, Anantha membereskan piring serta kopi yang sudah habis tak tersisa. Ia kembali duduk di sofa dengan menatap layar ponselnya. Ia membuka sebuah group chat bersama teman-temannya sewaktu SMA dulu.

“Aduh, ada-ada aja,” ucap Anantha melihat kelakuan temannya yang mengirimkan pap dirinya yang tengah berada di kamar mandi.

Anantha menutup layar ponselnya dan langsung menuju kamarnya. Ia melihat ke seluruh penjuru kamar. Sudah sangat kusam, bahkan cat nya pun beberapa sudah pudar.

Tangan kanan Anantha  mengusap kasar wajahnya. “Kapan bisa renovasi ini kamar, udah panas, kusam, gak jelas,” ucap Anantha pada dirinya sendiri.

Anantha menjatuhkan dirinya diatas kasur yang sedikit keras itu. Matanya mulai terpejam dengan ponsel yang masih dalam genggamannya. Hari semakin malam dan Anantha nampak tertidur begitu lelap. Hingga pagi menjelang, kedua mata Anantha masih terpejam. Ia merasa terusik ketika mendapati cahaya matahari yang menerobos celah jendelanya.

Kedua mata Anantha terbuka sempurna, ia membuka ponselnya dan melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Ia kesiangan shalat subuh. Entah apa yang membuat dirinya tidur dengan sangat lelap. Anantha segera bangun dan mandi. Ia bersiap untuk kembali bekerja. Ia sedikit mengoleskan Styling gel ke rambutnya, dan tak lupa memakai masker karena dimusim pandemi seperti ini kita semua harus berhati-hati.

Anantha keluar kamar dan meraih jaket yang terletak di sofa bekas semalam. Kakinya melangkah keluar rumah, ia mengunci pintunya dan segera menaiki sepeda motor kesayangannya. Anantha memakai helm agar perjalanannya aman. Suara deru knalpot terdengar jelas dipendengarannya. Lelaki muda itu menancap gas dan berlalu untuk pergi bekerja. Sepanjang jalanan yang dia telusuri, semua orang memakai masker serta menjaga jarak.

Sebuah motor matic terhenti didepan Alfamart dengan sangat hati-hati. Anantha meraih ponselnya dan melihat alamat yang tertera. Seorang bapak-bapak dengan memakai topi hitam menghampiri Anantha.

“Dengan Bapak Ojub?” Tanya Anantha memastikan.

“Iya benar,” jawab beliau dengan senyuman diakhir katanya.

“Pakai dulu pak maskernya,” ujar Anantha memberikan masker karena ia melihat bapak tersebut tidak membawa masker.

“Ah iya, saya lupa bawa masker tadi mas,” ucap bapak itu cengengesan dan langsung memakai maskernya.

Anantha kembali menancap gas menuju alamat yang dituju. Penumpang dibelakang Anantha tidak lupa menjaga jarak ketika berkendara. Tujuan Bapak tersebut ternyata menuju sebuah perumahan elite dikota. Sebelum memasuki area perumahan mereka berdua di cek suhu tubuh terlebih dahulu agar memastikan dan menghindari penyebaran kasus Covid-19 ini.

Motor Anantha berenti didepan sebuah rumah yang lumayan besar. Bapak itu turun dan memberikan beberapa lembar uang kepada Anantha.

“Makasih, mas,” ujar bapak tersebut lalu memasuki rumah.

Anantha membelokkan motornya dan keluar dari area perumahan itu. Ia menuju basecamp menemui teman-temannya. Anantha turun dari motornya dan duduk di bangku panjang yang terletak disana.

“Eh, masa kita di PHK,” celetuk salah seorang dari mereka.

Anantha tersentak kaget dan langsung menimpali obrolan itu. “Semuanya?” tanya Anantha.

“Gak semuanya, yang baru kerja beberapa minggu aja yang di PHK,” timpal temannya yang lain.

Anantha termenung. Pikirannya kosong. Ia menyadari jika dirinya baru saja bekerja sebagai tukang ojek online baru satu minggu lamanya. Ia menelan saliva nya kesusahan. “Dari kita semua, yang kena PHK siapa aja?” tanya Anantha.

“Banyak Nan, termasuk kamu juga,” jawab Arion teman dekatnya Anantha.

Anantha keluar dari basecamp tersebut dan menaiki sepeda motornya untuk kembali ke rumah. Sepanjang jalan dirinya hanya melamun, untung saja tidak menabrak orang atau apapun yang ada di jalanan. Ia memberhentikan motornya didepan pekarangan rumahnya. Anantha duduk di teras sambil memandangi langit biru yang sangat cerah. Dikarenakan akhir-akhir ini adalah musim penghujan, awan sudah mulai gelap dan rintik-rintik air hujan mulai turun membasahi tanah.

“Aduh, hujan lagi!” gerutu Anantha dan segera menaikkan motonya agar tidak kehujanan.

Dirinya masuk kedalam rumah dan melepas jaket hitam itu, lalu dilemparkannya begitu saja. Anantha duduk dilantai dengan menyelonjorkan kakinya. Tiba-tiba ponselnya bergetar dan terpampang jelas nama Dewi, Ibu Anantha.

“Assalamualaikum, Bu,” sapa Anantha dengan sopan.

“Waalaikumussalam, apa kabar kamu Nan?” tanya sang Ibu dibalik teleponnya.

“Alhamdulillah, baik kok Bu, Ibu gimana kabarnya? Keluarga di kampung juga baik-baik saja kan semuanya?”

“Alhamdulillah, semuanya baik, Nan. Oh iya, pekerjaan kamu bagaimana?” tanyanya

Anantha terdiam sejenak untuk menjawab pertanyaan Ibunya. “Anantha keluar dari kerjanya, Bu,” jawab Anantha.

“Yaallah, kenapa keluar? Sekarang lagi musim pandemi seperti ini, cari pekerjaan susah, terus nanti kamu makan gimana, Nan?” tanya Ibunya nampak khawatir kepada Anantha.

“Ibu tenang aja, Anantha nanti bisa jualan online atau apa gitu Bu.”

“Jualan online apa? Udah kamu pulang kampung saja.”

“Gak bisa Bu, di daerah Anantha zona merah, penduduk disini belum diperbolehkan untuk mudik,” jelas Anantha memberitahukan.

Terdengar diseberang sana Ibu Anantha menghela nafasnya.

“Bu, Anantha tutup ya teleponnya, Assalamualaikum.”

“Waalaikumussalam.”

Anantha mengusap wajahnya gusar. Ia bangkit dan pergi ke dapur untuk melihat stok makanan. Hanya tersisa mie instan dan dua buah telur saja. Dengan makanan seadanya, Anantha hanya memasak mie instan saja. Dua telur tersebut untuk nanti malam dan esok dipagi hari. Dirinya harus bisa menghemat uang sebelum kembali mendapat pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sehabis makan, Anantha tidak langsung membereskan bekas makanannya. Ia berfikir sejenak akan bekerja apa di musim pandemi seperti ini. Tiba-tiba terpikirkan olehnya ide yang sangat luar biasa. Anantha memilki kemampuan melukis dan menulis sebuah cerita. Namun hanya satu kendalanya, Anantha tidak memilki alat lukis yang lengkap. Hanya ada dua cat merah dan putih serta kuas. Anantha memutuskan ia akan membuat sebuah cerita di blog khusus dan memamerkannya ke publik. Siapa tau ada yang mampir dan berniat untuk mencetak hasil karyanya itu. Anantha juga menulis disebuah aplikasi berbayar, dimana pembacanya nanti akan membayar dengan koin dan itu bisa dijadikan uang dalam bentuk rupiah.

“Akhirnya…”

Ketika menjelang malam, Anantha mulai menulis sebuah cerita lewat ponselnya. Ia menulis tentang kehidupannya dan kehidupan orang tua nya. Bagaimana perjuangannya mengumpulkan uang sampai akhirnya ia akan menjadi seorang yang sukses dimasa depan.

Waktu sudah menunjukkan pukul 22.30 WIB, dan Anantha masih mengoreksi ceritanya yang berjumlah sepuluh halaman itu. Setelah merasa yakin dan percaya diri ia mempublis karya pertamanya. Anantha menghela napas berkali-kali dan berharap ceritanya ini memiliki banyak penggemar. Karena hari sudah larut malam, Anantha mematikan ponselnya dan menaruhnya di atas nakas. Ia mulai tertidur dengan lelap.

Sampai dipagi hari, laki-laki itu masih tertidur. Alarm nya sudah berbunyi berkali-kali namun Anantha masih terlelap. Tak lama, Anantha terbangun dan segera menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Ia meraih ponsel dan menyalakan data seluler. Beberapa notifikasi masuk. Anantha sedikit heran notifikasi apa sebanyak ini. Ia membukanya dan ternyata itu notifikasi dari ceritanya semalam. Banyak sekali orang yang berkomentar dan meminta Anantha untuk melanjutkan ceritanya. Sudut bibirnya terangkat dan membentuk senyuman yang manis, wajah Anantha semakin tampan jika seperti ini.

“Alhamdulillah YaAllah, akhirnya banyak yang minat sama ceritaku,” ucap Anantha pada dirinya sendiri yang merasa begitu senang.

Dihari yang masih sangat pagi ini Anantha kembali melanjutkan ceritanya dengan sungguh-sungguh. Sepanjang itu juga ia tak berhenti tersenyum. Hingga siang menjelang, Anantha baru saja menyelesaikan ceritanya sampai selesai. Ia tak berharap banyak karena dirinya kurang percaya diri. Setelah ceritanya terpublikasikan, Anantha menaruh ponselnya dan pergi untuk memasak karena dirinya sudah merasa sangat lapar.

Ketika sedang makan, ia mendengar ponselnya begitu berisik. Banyak sekali notifikasi yang masuk. Namun Anantha menghiraukannya begitu saja. Yang saat ini ia pikirkan hanyalah bagaimana caranya perutnya itu bisa kenyang sampai malam nanti.

Saat sore tiba, Anantha keluar rumah untuk membersihkan halaman depan rumahnya yang banyak sekali dedaunan yang jatuh.

“Eh, Nan, tumben jam segini udah pulang kerja,” celetuk seorang tetangga Anantha diseberang sana yang juga tengah membantu istrinya menyapu halaman.

“Iya nih mas, saya dan beberapa teman saya dikeluarkan,” ucap Anantha.

“Oh iya, ya, untung saja saya tidak PHK. Akhir-akhir ini beberapa perusahaan pada ngurangin karyawannya,” jelas tetangga Anantha tersebut.

“Lancar-lancar ya mas kerjanya.”

“Siap, terimakasih Nan.”

Kaki Anantha melangkah memasuki rumah dan ia segera pergi mandi. Hanya sepuluh menit, dirinya sudah kembali dengan rambutnya yang basah. Anantha membuka ponselnya dan mendapati satu notifikasi dari email miliknya. Ia membaca pesan tersebut. Anantha sedikit terkejut dan tidak menyangka. Sebuah pesan dari seorang penerbit buku menghubunginya dan menawari kontrak bersama. Tanpa fikir panjang, Anantha menyetujui hal tersebut.

Seminggu berlalu dan hari ini adalah pencetakan karya Anantha setelah kemarin ceritanya masih di revisi. Anantha menerima satu buku hasil karyanya sendiri dan memotretnya. Ia memposting lewat akun sosia media miliknya. Anantha mempostingnya lewat WhatsApp dan Instagram. Anantha juga memberikan sedikit sinopsis tentang buku tersebut pada caption-nya. Dengan ini, Anantha akan mendapatkan uang dari hasil penjualan karya yang ia tulis. Tak lupa Anantha juga meminta adek sepupu nya di kampung untuk menjualnya lewat aplikasi berbelanja online. Usahanya tidak sia-sia. Uang yang Anantha dapatkan sudah lebih dari cukup. Ia bisa membeli alat lukis dengan lengkap, dan karya lukisnya itu juga bisa ia jual.

“Alhamdulillah, YaAllah akhirnya. Uang nya bisa aku tabung dan setelah terkumpul banyak, aku akan memberikan nya pada keluarga di kampung,” ucap Anantha.

Dimusim pandemi seperti ini ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mendapatkan uang. Seperti hal nya Anantha. Ia tidak merasa kecewa setelah dirinya dikeluarkan dari pekerjaannya sebagai tukang ojek online. Dengan pekerjaannya uang sekarang, Anantha tidak perlu panas-panasan lagi seperti dulu untuk mendapatkan uang. Anantha hanya diam di rumah dan memamerkan hasil karyanya dan menunggu orang untuk membelinya. Dengan hal ini Anantha juga bisa selalu aman karena tidak berpergian keluar rumah.

Namun Anantha juga selalu menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan rumahnya. Jaga-jaga saja, ditambah daerahnya ini termasuk zona merah. Jika ingin pergi keluar membeli bahan lukisan Anantha selalu memakai masker dan mencuci tangan di air mengalir.

(Visited 19 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan